Setelah melewati masa pengembangan yang panjang, Pindad akhirnya melansir panser kanon yang kemudian dinamai Badak (Rhinoceros) oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pameran Indo Defense 2014. Dikatakan panjang, karena niatan Pindad untuk membuat panser kanon sesungguhnya sudah dimulai sejak 2009, dengan purwarupa pertama selesai pada 2011 dan dipaparkan oleh Pindad dalam sarasehan mengenai panser kanon bersama Pussenkav. Ketika itu, purwarupa pertama masih menggunakan kubah milik tank Alvis Scorpion dengan meriam 90mm Low Pressure Cockerill Mk III. Penulis sendiri sempat ngoprek purwarupa pertama ini, termasuk mencoba duduk di dalam kursi komandan dan juru tembak.
(all photo by PINDAD)
Tahun demi tahun berlalu, dan Pindad melanjutkan ke purwarupa kedua, diberi nama Bee. Masih menggunakan kubah Alvis, Bee dimodifikasi pada sistem otomotif terutama suspensi, dengan penjarangan roda ketiga dari roda pertama dan kedua untuk memperbaiki titik beratnya. Sementara itu, TNI AD malah merealisasikan pembelian ranpur Doosan Tarantula, dengan sistem senjata utama kanon 90mm Mk III dalam kubah CSE90LP, Dengan spek setara panser kanon buatan Pindad, sepertinya produk dalam negeri kalah skor 1-0 dalam pertempuran panjang merebut kemandirian bangsa dalam bidang alutsista. Pindad hanya kebagian transfer of technology berupa integrasi kubah ke dalam hull Tarantula.
Pada tahun 2014, akhirnya Pindad comeback dengan meluncurkan panser kanon dalam speknya yang definitif. Dengan merubah beberapa tampilan dari purwarupanya yang terakhir, Pindad membuat beberapa kemajuan. Pertama, Pindad akhirnya memperoleh kepastian pasokan baja armor grade dari pabrik baja dalam negeri Posco-Krakatau Steel melalui MoU yang ditandatangani pelaksana tugas Dirut PT Pindad dan Dirut Posco-Krakatau Steel pada pembukaan Indo Defense 201. Baja kualitas militer ini menjadi krusial karena Pindad berulangkali masih harus mengimpor baja dari luar negeri dalam proses yang tidak ekonomis karena harus membayar pajak bea masuk atas lembaran baja tersebut, belum lagi ditilik dari segi kemandirian pembuatan alutsista. Yang kedua, Pindad juga dijanjikan akan melakukan perakitan sistem kubah CSE90LP, sehingga nama kubah ini kelak menjadi CSE90LP- P untuk Pindad. Yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pindad dan Kementrian Pertahanan adalah membangun industri mesin yang aplikatif untuk kendaraan besar termasuk kendaraan militer, karena Indonesia sama sekali tidak memiliki dan bahkan masih sangat tergantung dengan impor. Begitu pula dengan industri sistem optik dan kendali penembakan untuk kendaraan darat.
Walaupun dari segi kemampuan kanon 90mm Low Pressure sudah termasuk ketinggalan jaman, tetapi pemakainya masih banyak, seperti tank Scorpion dan panser V150 kanon milik TNI AD, ataupun Sibmas dan Scorpion milik AD Diraja Malaysia, dan jangan lupa V300 milik AD Filipina. Dengan anggaran militer pas-pasan dari negara penggunanya, diperkirakan masih akan ada pasar untuk sistem senjata ini setidaknya 15-20 tahun kedepan.
Kanon 90mm Low Pressure Cockerill MkIII memiliki varian munisi yang cukup banyak, mulai dari HE, HEAT, dan bahkan APFSDS dengan rating penetrasi 100mm RHA pada kemiringan 60o pada jarak 1.000m, jadi jangan mengharapkannya atau bermimpi menjebol Main Battle Tank. Untuk operasi anti gerilya menghadapi insurjen yang lari di balik rerimbunan pohon, bolehlah. Akurasinya juga oke punya, pengujian internal Kavaleri atas sistem senjata serupa di atas Tarantula mampu menghasilkan bullseye, berkat akurasi sistem laser rangefinder dalam memberikan pembacaan jarak. Pindad sendiri telah mampu membuat sebagian munisi 90mm ini, jadi kesempatan dan peluang pasar untuk Pindad sebagai centre of excellence dari sistem senjata 90mm MkIII tersebut masih terbuka lebar.
Nah, kembali ke soal hull, Pindad meracik Badak sedikit berbeda dengan dua purwarupa pendahulunya. Bentuk glacis di sisi atas terlihat sangat melandai, untuk memberikan kemampuan menahan impak peluru dengan lebih baik, bahkan memaksanya memantul. Pindad memberi jaminan bahwa Badak dengan kulitnya yang keras memenuhi standar NATO STANAG 4569 Level III, atau mampu menahan impak peluru 7,62x51mm AP (Armor Piercing) standar NATO dari jarak 30 meter. Seperti kebiasaan Pindad yang sebelumnya mendandani Anoa dengan lapisan applique tambahan, Badak juga bisa ditingkatkan perlindungannya, setidaknya mampu menahan impak peluru 14,5mm. Bentuk glacis atas yang melandai ini juga membantu memberikan sudut tunduk laras yang lebih besar, sehingga apabila Badak ada di atas perbukitan, meriam masih mampu menyasar sasaran dibawahnya.
Bentuk glacis yang melandai ekstrim ini juga membawa pengaruh pada posisi duduk pengemudi yang ditempatkan di sebelah kanan depan. Tidak menggunakan tutup palka biasa, pada Badak palka pengemudi dibuat tidak flush alias sedikit menonjol dari pelat atas kendaraan, untuk memberikan ruang pandang yang memadai. Tersedia tiga periskop panoramik untuk pengemudi, sesuatu yang cukup ‘wah’ untuk ranpur semacam ini yang biasanya hanya dilengkapi satu periskop prisma. Tersedia kamera di sisi belakang yang terhubung ke display untuk pengemudi, membantu saat memundurkan kendaraan.
Di sebelah kiri pengemudi terdapat mesin Diesel inline 6 silinder yang dilengkapi turbocharger, mampu menyemburkan daya sampai dengan 320hp. Dengan bobot kendaraan hanya pada kisaran 11 ton, power to weight rationya mencapai 29hp/ ton, tidak heran Badak bisa dipacu dengan sangat kencang sampai kecepatan 90km/ jam di jalanan aspal mulus dan rata. Di tengah kendaraan terpasang kubah CSE90LP, dimana (dari atas) komandan duduk di sebelah kiri, dan juru tembak duduk di sebelah kanan. Komandan memiliki lima periskop prisma dan satu periskop besar hadap depan, sementara juru tembak memiliki empat periskop dan satu periskop bidik besar yang bisa dilengkapi dengan beragam sistem mulai dari kamera pandang malam, kamera termal, sampai dengan kamera infra merah. Meriam berulir 90mm ditemani oleh senapan mesin koaksial 7,62x51mm NATO di sebelah kiri untuk menyapu habis ancaman pasukan infantri. Untuk fungsi anti infantri/ helikopter, disediakan pintle mount pada sisi komandan untuk memasang senapan mesin sedang seperti FN MAG, MG3, atau bila diperlukan, opsi dudukan senapan mesin berat seperti CIS 50MG.
Potensi sang Badak
Sebagai ranpur kelas 10 ton, Pindad sudah dapat diacungi jempol mengingat hasil kerja keras mereka akhirnya terwujud dalam kendaraan produksi final. Melihat kemampuannya, Badak boleh dikatakan setara atau bahkan melebihi kemampuan 22 unit Tarantula yang kadung dibeli oleh TNI AD, menandakan bahwa untuk kelas kendaraan panser kanon, Indonesia sebagian besar sudah mampu mandiri dan tidak tergantung dari Negara luar lagi. Yang patut disayangkan adalah sistem senjata yang dipilih. CMI sebagai pemasok memiliki banyak varian kubah dan meriam, dan boleh dikatakan CSE90LP kelasnya ada di bawah Badak. Meriam 90mm Low Pressure sewajarnya merupakan senjata bagi ranpur kelas 4x4 seperti V150 (versi modernnya saat ini dikenal sebagai Textron COMMANDO Select), bukan 6x6. Pindad harus berani melirik meriam 90mm medium pressure seperti yang terpasang pada kubah CMI CT-CV 90MP/ LCTS 90MP. Meriam yang merupakan turunan dari Cockerill Mk8 KEnerga ini mampu menggasak tank sekelas T-72 (generasi awal) dan M60. Apalagi CMI sudah menyebut bahwa LCTS 90MP mampu digotong oleh ranpur kelas 10 ton, dan sudah dibuktikan pada SIBMAS 6x6. TNI sebagai user juga sudah harus membuka mata dan melakukan update atas pengetahuan yang mereka miliki, jangan melulu terpaku pada kanon 90mm low pressure yang sudah usang dan kalah dari kanon tembak cepat 25/30/40mm. Ayo Pindad, tunggu apa lagi? (ARY)
PINDAD BADAK 6x6
Dimensi (pxlxt) : 6x2,5x2,9m
Wheelbase : 1,5m
Bobot : 11 ton
Power to weight ratio : 22,85-29hp/ ton
Ground clearance : 400mm
Max speed : 90km/ jam
Sudut tanjakan : 60o
Sudut kemiringan : 30o
Arung air : 1m
Halangan parit : max. 0,75m
Radius putar : 10m
Jarak tempuh : 600km
Mesin : Diesel inline turbocharger intercooler 6 silinder daya 320hp dengan transmisi otomatis 6 maju dan 1 mundur
Sistem senjata
‒ Kubah CSE 90LP dengan kanon 90mm rifled dan koaksial 7,62mm
‒ Pintle mount 7,62mm
‒ 66mm smoke discharger
* ARC