News in Picture

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Saturday, June 8, 2013

Lockheed Martin Completes LRASM Vertical Launch System Tests




File image.

Lockheed Martin has completed MK 41 Vertical Launch System (VLS) "push-through" testing of a simulated Long Range Anti-Ship Missile (LRASM).

Four consecutive tests verified that the simulated LRASM can break or "push through" the MK 41 canister's forward cover without causing damage to the composite structure, air data probe or coatings of the missile.

The testing was part of a Lockheed Martin-funded shipboard integration effort to prove LRASM can successfully function as an Offensive Anti-Surface Warfare (OASuW) weapon. The push-through testing is an important risk reduction milestone critical to demonstrating LRASM's surface launch capability.

LRASM is an autonomous, precision-guided anti-ship standoff missile leveraging the successful Joint Air-to-Surface Standoff Missile Extended Range (JASSM-ER) heritage, and is designed to meet the needs of U.S. Navy and Air Force warfighters.

"These test results verified that the LRASM vehicle can break through the VLS cover without damage at realistic flight speeds," said Scott Callaway, LRASM surface launch program manager at Lockheed Martin Missiles and Fire Control.
"Lockheed Martin is investing in the shipboard integration of LRASM and we are confident it will meet all the requirements for the U.S. Navy."

The push-through testing, as well as a successful missile-to-canister fit check and integrated test of the weapon control system and VLS, significantly reduced risk on the program. Lockheed Martin will fly a Boosted Test Vehicle (BTV) version of LRASM from a MK 41VLS platform later this year, as well as in two government-funded Controlled Test Vehicle flights in 2014.

Armed with a proven penetrator and blast-fragmentation warhead, LRASM cruises autonomously, day or night, in all weather conditions. The missile employs a multi-modal sensor, weapon data link and an enhanced digital anti-jam Global Positioning System to detect and destroy specific targets within a group of ships.
LRASM is in development with Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) and the Office of Naval Research. 

Lockheed Martin's offering has both surface-launched and air-launched variants to prosecute sea-based targets at significant standoff ranges.
»»  READMORE...

Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio Dipersenjatai Rudal QW-3




Rudal Manpads QW-3. PROKIMAL ONLINE Kotabumi Lampung Utara
Rudal Manpads QW-3. (ilustrasi)
Lanud Supadio Dilengkapi dengan Rudal QW-3

Pangkalan Udara Supadio, Kalimantan Barat memiliki alat utama sistem persenjataan baru yakni rudal QW-3. Uji coba sudah dilakukan di Kura-kura Beach Singkawang.

Komandan Lanud Supadio Kolonel Pnb Novyan Samyoga, Kamis (6/6/2013) menjelaskan, QW-3 akan memperkuat sistem alutsista Lanud Supadio. "Kami memiliki wilayah tanggung jawab hingga ke perbatasan dengan negara tetangga. Rudal ini akan meningkatkan sistem alutsista TNI AU di Kalbar," kata Novyan.

Rudal QW-3 akan dioperasikan oleh Pasukan Khas TNI AU Batalion 465, Kalbar.

Ini adalah jenis rudal untuk perlindungan obyek vital langsung, jika pesawat musuh masih bisa menembus pertahanan udara di dua ring sebelumnya. Uji coba rudal ini dilakukan di Singkawang Rabu (5/6/2013) kemarin. Rudal diuji coba untuk menembak pesawat drone S-70 dan umpan yang dilepaskan oleh S-70.

regional.kompas.com
 
»»  READMORE...

Rusia Tempatkan Skuadron Tempurnya di Mediterania Secara Permanen



Presiden Rusia dalam pertemuannya dengan komandan-komandan militer negara itu mengumumkan soal penempatan permanen kapal-kapal tempur Rusia di Laut Mediterania.

Associated Press seperti dikutip Fars News (6/6) melaporkan, Vladimir Putin, Kamis (6/6) memutuskan untuk menempatkan satu skuadron tempur Angkatan Laut Rusia secara permanen di Mediterania. Menurutnya, langkah ini diambil dalam rangka menjaga kepentingan Moskow.

Putin mengatakan, "Langkah ini jangan ditafsirkan sebagai sebuah manuver permusuhan dan provokatif."

Ditambahkannya, "Mediterania adalah wilayah yang sangat strategis, di sana kami memiliki kepentingan-kepentingan yang terkait dengan keamanan nasional."

Jenderal Valery Gerasimov, Kepala Staff Gabungan Angkatan Bersenjata Rusia mengumumkan, Rusia saat ini telah menempatkan satu skukadron yang terdiri dari 16 kapal tempur di Laut Mediterania. Hal yang sama disampaikan Kementerian Pertahanan Rusia, kapal-kapal tempur itu akan hadir di Mediterania secara bergantian sampai minimal 12 kapal setiap periode dapat ditempatkan di sana.

Associated Press menilai langkah Moskow ini, juga kehadiran kapal-kapal tempur Rusia di Pelabuhan Tartus, Suriah sebagai bentuk pernyataan dukungan kepada pemerintah Bashar Assad, Presiden Suriah. (IRIB Indonesia/HS)
»»  READMORE...

18 STAF DAN SISWAI CDSS AUSTRALIA STUDY BANDING DI KOARMATIM





Sebagai Komando Utama Operasional (Kotamaops) yang memiliki Alutsista terbesar di lingkungan TNI Angkatan Laut, jajaran Koarmatim sangat diperhitungkan dan disegani oleh negara-negara di kawasan regional. Bentuk pengakuan tersebut di antaranya dipilihnya Mako Koarmatim, Ujung, Surabaya sebagai tempat Study Banding oleh 18 staf dan siswa Centre For Defence Strategic and Studies (CDSS), pada hari Jumat (7/6/2013).

Kedatangan Staf dan siswa CDSS dibawah pimpinan Mr. Ian Errington diterima langsung oleh Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, S.H., M.Hum berserta para Asisten di ruang kerjanya. Secara organisasi CDSSmerupakan lembaga di Australia yang setingkat dengan Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) di Indonesia.

Siswa lembaga Pertahanan Australia itu terdiri dari beberapa Perwira Menengah dan Perwira Tinggi dari berbagai negara di kawasan Asia Pasifik dan Eropa. Di antaranya mereka adalah 3 staf CDSS, 6 orang Perwira ADF (Australian Defence Force), 2 Perwira Australian Public Serfice, serta Perwira gabungan dari Angkatan Laut, Darat Dan Udara dari New Zealand, Jerman, India, Pakistan, Philipina dan Vietnam.

Tujuan mereka melakukan study banding di Koarmatim adalah untuk memahami pola kerja, tanggung jawab dan opersional Koarmatim dalam menyelesaikan permasalahan maritim. Selain itu juga untuk menjalin kerja sama antara TNI AL dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. 




Sumber : TNI AL
»»  READMORE...

Peningkatan Kerjasama PTDI dengan Air Bus EADS





Hari ini Presiden Direktur/CEO Aeronautic Defence and Space Company (EADS) Thomas Enders selaku induk produsen Airbus, Eurocopter, dan Eurofighter menemui Menteri BUMN Dahlan Iskan. Ada apa?

Usai pertemuan, Dahlan yang didampingi oleh Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Budi Santoso mengatakan, pihak EADS ingin meningkatkan kerjasamanya dengan PTDI selaku BUMN pembuat pesawat.

EADS ingin meningkatkan kerjasamanya dengan PTDI untuk mengembangkan bisnis dan produksi helikopter serta pesawat terbang di Indonesia.

"Airbus akan meningkatkan kerjasama. Seperti helikopter akan berkembang ke sana," ucap Dahlan usai pertemuan di kantor Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (4/6/2013).

Sementara itu, Direktur Utama PTDI Budi Santoso menjelaskan, Indonesia ke depannya akan menjadi mitra serius bagi EADS dalam pengembangan industri dan bisnis dirgantara. Saat ini, PTDI telah menjalin hubungan dengan anak usaha EADS seperti Airbus Military dan Eurocopter.

"Dia datang ke sini untuk mengatakan bahwa Indonesia penting bukan sebagai charity tetapi secara mitra bisnis yang penting. Indonesia partner yang baik untuk mereka, salah satunya PTDI. Itu intinya," tambahnya.

Bos Induk Airbus Kaget Jumlah Helikopter Sipil RI Cuma 200 Unit

CEO European Aeronautic Defence and Space Company (EADS) Thomas Enders kaget melihat sedikitnya jumlah kepemilikan helikopter sipil di Indonesia yang hanya mencapai 200 unit. Jumlah tersebut sangat sedikit dibandingkan dengan populasi helikopter di Brasil.

CEO dari induk pabrik pesawat Airbus, Eurocopter, Eurofighter GmbH dan ATR ini menggambarkan bila membandingkan Indonesia dengan negara yang berukuran relatif sama, seperti Brasil, terdapat perbedaan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan.

Menurut Thomas jumlah helikopter sipil di Negeri Samba tersebut mencapai ribuan unit, sementara Indonesia hanya ratusan saja.

"Di Brasil ada 2000 helikopter di Indonesia hanya 200 helikopter. Padahal pasar helikopter, besar di Indonesia," kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan usai bertemu Thomas di Kementerian BUMN Jalan Merdeka Selatan Jakarta Pusat hari ini.

Pertemuan Dahlan dengan Thomas terkait rencana BUMN PT Dirgantara Indonesia bersama EADS, akan menggenjot pengembangan helikopter. Hal ini sejalan dengan pangsa pasar yang besar. Saat ini, Dirgantara Indonesia telah memproduksi 2 jenis helikopter yakni tipe Superpuma dan Bell 412EP.







Sumber : Detik
»»  READMORE...

Militer AS Perkuat Kehadiran di Asia-Pasifik



Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan, militer AS akan menempatkan lebih banyak kekuatan udara, pasukan darat dan persenjataan berteknologi tinggi di kawasan Asia-Pasifik dengan tujuan menciptakan keseimbangan strategis.

Dalam pidatonya pada hari Sabtu (1/6), Hagel juga menuduh Cina melakukan cyber serangan. ISNA melaporkan.

Hagel meyakinkan sekutu dan mitra AS dalam Dialog Keamanan Shangri-La di Singapura. Ia mengatakan, AS sepenuhnya mampu melanjutkan poros strategis di kawasan Asia-Pasifik meskipun keterbatasan anggaran militer.

"Washington menyatakan khawatir terhadap meningkatnya ancaman cyber, di mana sebagian kasus berhubungan dengan pemerintah dan militer Cina," jelasnya. Hagel menggarisbawahi bahwa menyelesaikan banyak masalah keamanan regional akan membutuhkan kerjasama yang lebih erat antara Washington dan Beijing.

Ia juga menekankan upaya AS untuk memperdalam hubungan dengan sekutu dan mitra di kawasan melalui keterlibatan baik bilateral maupun multilateral.

Pada kesempatan itu, Hagel mengundang para menteri pertahanan dari negara-negara ASEAN untuk bertemu di Hawaii tahun depan. (TGR/IRIB Indonesia)

»»  READMORE...

Friday, June 7, 2013

NETHERLANDS TO DELIVER WEAPONS TO INDONESIA AFTER ALL




The Netherlands intend to sell naval ship equipment and technology to Indonesia in an arms deal that could be worth €345 million, the government announced on Tuesday.


Last year, the Netherlands canceled a €200 million tanks sale to its former colony after lawmakers had expressed worried about human rights abuses there. Among them was the Labor Party’s Frans Timmermans who is now foreign minister.


The latest deal will not involve the Dutch Government. Rather a Dutch company has applied to sell technology for frigates that are supposed to be build in Romania as well as Indonesia itself. Timmerman’s department insists that the delivery meets all legal requirements for weapons exports.


Opposition parties were taken aback nevertheless. Both the liberal Democrats and far left Socialists accused Labor of changing his position, something Désirée Bonis, its foreign policy spokeswoman, denied. “Indonesia is a friendly nation and a democracy,” she said. “So there’s nothing wrong with this.”


The previous coalition, which included the conservatives besides Prime Minister Mark Rutte’s liberals, who are still in power, similarly argued last year, however, that human rights in the island nation had “marked improved,” even if there were still “internal tensions” in the Maluku and Papua islands, majority christian provinces that once aspired to autonomy or independence. 

It wanted to sell up to one hundred German made Leopard tanks to the country—which could hardly have been deployed to the Moluccas or Papua given the mountainous terrain and dense forestation there—but the anti-immigration Freedom Party, which otherwise supported Rutte’s minority government, objected because Indonesia is the world’s largest Muslim country.

Indonesia later bought the tanks from Germany.


»»  READMORE...

IRAN LENGKAPI TANK ZOLFAQAR DENGAN PELINDUNG BAJA REAKTIF




Tank Zolfaqar

Angkatan Darat Iran telah melengkapi tank dan kendaraan lapis bajanya dengan pelindung baja reaktif untuk mereduksi kerusakan akibat rudal musuh yang masuk, seorang komandan militer Iran mengatakan pada hari Selasa, 4 Juni 2013. 

Wakil Panglima Angkatan Darat Iran Brigadir Jenderal Kiomars Heidari mengatakan kepada FNA bahwa tank Zolfaqar (Zulfaqor/Zulfiqar/Zulfikar) yang dilengkapi dengan sistem cerdas ini telah dirancang dan diproduksi..

Mengenai fitur baru dari tank Zulfaqor tersebut, Heidari mengatakan, "pelindung baja reaktif adalah salah satu spesifikasi unggul tank Zolfaqar."

Dia menjelaskan bahwa pelindung baja reaktif adalah bagian body tank yang cerdas dan mampu meredakan dampak kerusakan dari rudal musuh yang masuk.

"Sistem ini akan dipasang pada semua kendaraan lapis baja Angkatan Darat," Heidari menambahkan.

Zolfaqar adalah tank tempur utama (MBT) generasi kedua Iran. Prototipe tank Zulfaqor pertama kali diuji coba pada tahun 1993. Enam prototipe semi-industri tank Zolfaqar diproduksi dan diuji coba pada tahun 1997. Tank Iran ini memiliki bentuk kotak yang khas, steel-welded turret (kubah) yang di desain oleh Iran sendiri. Berat tempur Tank Zolfaqar mencapai 36 ton dan dilengkapi dengan mesin diesel 780 hp (horse power), dengan rasio kecepatan 21,7 hp per ton.

Zolfaqar dioperasikan oleh tiga kru. Loader otomatisnya diyakini sama dengan loader Tank T-72 Rusia.

Pada bulan Februari lalu, Panglima Angkatan Darat Iran Brigadir Jenderal Ahmad Reza Pourdastan mengatakan bahwa tank Zulfaqor memiliki kemampuan yang lebih baik dari tank T-72 Rusia.

"Hari ini, kemampuan Zulfaqor telah melebihi tank T-72 dalam beberapa spesifikasi setelah dioptimalkan pada berbagai aspek," ujar Pourdastan dalam sebuah pertemuan yang mengungkapkan dua versi upgrade dari tank Zulfaqor dan tank Samsam.
»»  READMORE...

CUTLASS Next Generation Unmanned Ground Vehicle, United States of America


CUTLASS
CUTLASS is the latest generation unmanned ground vehicle (UGV), designed, developed and manufactured by Northrop Grumman in the UK. The UGV uses advanced technology to conduct national security and explosive ordnance disposal (EOD) missions.
The CUTLASS vehicle has proven to be perfect and capable in critical situations. CUTLASS was exclusively deployed in the UK for counter terrorism operations and is now being offered for international markets.

MoD, army and navy orders for CUTLASS

Northrop Grumman received the contract for 80 CUTLASS vehicles from the UK Ministry of Defence in 2006. The UGV has been designed and built at Northrop's plant in Coventry. Full production started at the end of 2010. The first CUTLASS vehicle was launched for the Royal Army in September 2012. Northrop Grumman also delivered CUTLASS vehicles to the Royal Navy in 2013.

Design of the unmanned ground vehicle

"CUTLASS was exclusively deployed in the UK for counter terrorism operations and is now being offered for international markets."
The highly versatile design of CUTLASS enables the integration of a wide range of sensors, payloads and tools to perform the full range of operations required for EOD and other applications. The latest technology incorporated in the modular design allows the user to safely detect and dispose explosive ordnance from distance.
The manipulator arm of CUTLASS includes a three-fingered gripper with jaw opening of 0.12m. It replicates the movements of human arm. The arm has nine degrees of freedom for greater movement and agility within confined spaces, such as interiors of vehicles. The specialised sensing system aboard the arm ensures a high level of control to prevent damage to property and forensic evidences.
CUTLASS is also designed to be suitable for all climates with temperatures ranging from -15°C to +60°C. It can resist dust, rain, vibration and shock. The vehicle also comes with a full safety case for firing and movement.

CUTLASS UGV payload

CUTLASS is equipped with a tool rack with automatic tool change option for eight tools / weapons. This option enables the UGV to conduct operations without the help of controller to change the tools manually. It also saves the time to return to control point for new tools and eliminates the need for deploying two standard UGVs.
"Northrop Grumman received the contract for 80 CUTLASS vehicles from the UK Ministry of Defence in 2006."
The vehicle is fitted with seven colour cameras. Each of the lower, upper and rear drives is fitted with a single camera. Dedicated cameras are provided on both manipulator and WSA. A gripper and a disposable camera are also fitted.
The UGV is additionally fitted with an optional ten-times zoom pan and tilt camera. An on-board microphone further enhances the situational awareness of CUTLASS.
The manipulator arm fitted to the vehicle can lift 25kg at full reach. It can be replaced with a heavy duty arm capable of lifting 100kg or handling large weapon shocks.

Control features

The wireless line of sight (LOS) control range of the CUTLASS is more than 2.5km. The vehicle can also be controlled by fibre optic link which comes with improved fibre cable management. The length of the cable ranges between 220m and 500m (optional). The onboard colour cameras are accessed by portable command console or optional 21" touchscreen. The additional sensors aboard the vehicle use an exclusive data channel such as Ethernet for communication.

Power and mobility of CUTLASS UGV

The CUTLASS UGV is powered by a 42V lithium ion battery, allowing up to three hours of operation, depending on the mission. The battery can be quickly charged in just two hours. The six braked 200Nm hub motors make the vehicle powerful enough for tough operations.
CUTLASS offers good mobility on hard and soft surfaces and in all weather conditions. The robot is able to move at cautious speeds for sensitive operations and may accelerate to high speeds up to 11km/h when needed. The terrain mobility of the vehicle is more than four times faster than other UGVs.
The UGV can climb obstacles of 0.3m and can cross a gap of 0.5m. The turning radius of the vehicle is 1.38m. The vehicle can ford a depth of 0.3m. The six braked 200Nm hub motors ensure the stair climb at 38°. The airless tires provide suspension and grip for the vehicle. The automatic stability system of the vehicle consists of pitch, roll and load sensors on wheels for providing stability and preventing falls.

US Defence Sector - Market Opportunity & Entry Strategy, Analyses and Forecasts to 2015
Detailed analysis and forecasts of the US defence market are available from our business information platform Strategic Defence Intelligence. For more information click here or contact us: EMEA: +44 20 7936 6783; Americas: +1 415 439 4914; Asia Pacific: +61 2 9947 9709 or via email.
»»  READMORE...

DI ASEAN HANYA INDONESIA YANG MAMPU PRODUKSI PESAWAT SENDIRI





Pasca mengikuti ASEAN Roadshow 2013, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) memiliki dipandang nilai strategis di mata negara-negara Asia Tenggara. 

Produsen pesawat satu-satunya di Asia Tenggara dan bermarkas di Bandung Jawa Barat ini, dengan menggandeng European Aeronautic Defence and Space Company (EADS), menawarkan berbagai tipe pesawat terbang.

Asistensi Bidang Kebijakan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Said Didu menjelaskan, pasca mengikuti ASEAN Roadshow pada 22-31 Mei ke 6 negara ASEAN, ada kebanggaan karena Indonesia bisa mendukung pemenuhan kebutuhan pesawat untuk keperluan militer dan sipil.

"Mereka bangga Indonesia itu sudah menjadi poros untuk penyiapan alat misi persenjataan dan pertahanan. Negara negara di sana senang kalau negara ASEAN yang kuat bisa kena ancaman embargo yang sewaktu-waktu sering terjadi. Sehingga dia senang apabila indonesia muncul sebagai produsen produk berteknologi tinggi terutama industri pertahanan," ucap Said Didu , Rabu (5/6/2013).

Bahkan dari teknologi pesawat, produk pesawat dari PTDI ini terbilang sangat canggih dan terdepan. Menurutnya untuk kualitas dan harga, produk pesawat dan helikopter RI dapat dikatakan sangat kompetitif. Hal ini yang kemudian menjadi daya tarik bagi negara di kawasan ASEAN.

"Mereka senang karena kalau negara ASEAN ini penggunaan teknologi alutsistanya hampir sama. Ini memudahkan kerjasama pengembangan teknologi, pemeliharaan dan operasional," tambahnya.

Seperti diketahui, dari 22-31 Mei, PTDI bersama Kementerian Pertahanan Indonesia menggelar ASEAN Roadshow ke 6 negara Asia Tenggara. Negara yang dikujungi antara lain Fiipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Thailand, dan Malaysia. Hingga saat ini, pesawat yang diproduksi dan dirakit Dirgantara Indonesia antara lain CN235-220 MPA, CN235-200M, NC212-200, C212-400, NC212i, dan versi terbaru CN295.






Sumber : Detik
»»  READMORE...

DAHLAN ISKAN MINTA CN-295 JUGA DIPRODUKSI VERSI KOMERSIAL


Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan tak sabar ingin merasakan terbang dengan pesawat CN295 produksi PT Dirgantara Indonesia (Persero). Dahlan ingin pesawat yang diproduksi di Bandung, Jawa Barat ini bisa digunakan untuk keperluan komersial di luar militer, sehingga bisa dipakai maskapai penerbangan.

Dahlan telah meminta izin kepada PT Dirgantara Indonesia agar menyediakan pesawat CN295 versi penerbangan komersial. Hal ini dilakukan untuk mendukung promosi pesawat hasil kerjasama dengan Airbus Military ini. Rencananya jika bisa dipakai untuk pesawat komersial, CN295 bisa digunakan untuk perjalanan dinasnya di dalam negeri.

"Saya bilang ke mereka perjalanan (dinas) dalam negeri menggunakan CN295. Supaya ada support yang lebih cepat ke PTDI, boleh nggak?," ucap Dahlan di Kementerian BUMN Jakarta, Slasa (4/6/2013).

Pesawat yang dibandrol seharga US$ 39 juta dan bisa mengangkut 72 penumpang ini, masih diproduksi untuk keperluan militer. Namun pesawat ini, bisa dikembangkan untuk penerbangan sipil atau komersial.

Pada kesempatan itu, Dahlan mengucapkan rasa terimakasih kepada Wakil Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin. Ia mengaku bangga karena Wamenhan telah menggunakan pesawat CN295 untuk promosi keliling ke-6 negara di ASEAN.

"Kemarin saya mengucapkan terimakasih ke Wamenhan karena Wamenhan naik pesawat itu. Dari Jakarta ke Makassar-Manado terus langsung ke Manila. Dari Manila ke Brunai, Ho Chi Minh City terus Hanoi. Kemudian ke Myanmar, Bangkok, Kuala Lumpur. Terus itu kembali ke Jakarta dengan menggunakan CN295," ujarnya






Sumber : Detik
»»  READMORE...

VITYAZ DT-30P, KENDARAAN SEGALA MEDAN RUSIA




Vityaz DT-30P

Vityaz ATV DT-30P adalah kendaraan segala medan (all-terrain vehicle-ATV) yang secara luas digunakan oleh tentara Rusia untuk dikerahkan di daerah-daerah menantang dan pulau-pulau guna mengangkut elemen militer, amunisi, peralatan, dan instalasi sistem senjata.

DT-30P sangat efisien untuk dikerahkan dalam misi pencarian dan penyelamatan di kondisi ekstrim seperti jalan rusak, banjir, salju, dan situasi kehancuran yang parah. Kendaraan ini dapat digunakan untuk mengevakuasi penduduk, hewan, berbagai muatan hingga 30 ton, atau mengangkut tim penyelamat, tenaga medis, berbagai peralatan dan makanan ke daerah tujuan.
Vityaz DT-30P

Vityaz DT-30P

Rusia sudah memproduksi kendaraan DT sejak tahun 1982 hingga saat ini. Sudah 3 varian yang dikeluarkan yaitu DT-10, DT-25 da DT-30. Khusus DT-30, bobotnya adalah 58 ton dengan panjang 13,75 m, lebar 2,8 meter dan tinggi 2,7 meter. Hingga saat ini tercatat hanya Uni Soviet dan Rusia yang menggunakannya.

Saat ini, Vityaz CTV telah digunakan diseluruh wilayah Rusia, serta di Arktik dan Antartika. Mereka termasuk bagian penting dari layanan transportasi untuk perusahaan terkemuka Rusia seperi Gazprom JSC, Rosneftegazstroi, Rosneftegaz, dll.
Vityaz DT-30P

Vityaz DT-30P

Vityaz DT-30P

Vityaz DT-30P

Vityaz DT-30P

Vityaz DT-30P

Kendaraan yang diawaki oleh dua kru ini juga menjadi kendaraan transportasi utama bagi personel yang bertugas untuk jaringan pipa minyak dan gas di seluruh Rusia, ahli geologi dan ilmuwan yang meneliti daerah terpencil dan terisolasi.

Karena desainnya yang unik, Vityaz ATV mampu beroperasi dalam kondisi yang tidak mugkin dilewati oleh kendaraan segala medan lainnya.

All photos: Vadim Savitsky / Pravda.ru
»»  READMORE...

Thursday, June 6, 2013

KAPAL SELAM RI PERTAMA MADE IN SURABAYA SIAP DIPRODUKSI 2014



http://2.bp.blogspot.com/_En-sxfOkXP8/SjWPf8APrEI/AAAAAAAACFc/e-L1aHbZ_kI/s400/Changbogo+2.jpgJakarta - Produsen pembuat kapal pelat merah, PT PAL (persero) berencana mengembangkan kapal selam pertama produksi Indonesia. Kapal selam ini, nantinya diproduksi di Surabaya, Jawa Timur.

Menggandeng Korea Selatan, kapal selam ini merupakan bagian dari 3 unit pesanan untuk TNI AL.

Direktur Utama PAL Firmansyah menjelaskan saat ini, 2 unit kapal selam sedang diproduksi dan dikembangkan di Korea Selatan, sementara untuk jatah PAL, mulai diproduksi pada tahun 2014.

"2014 start, mungkin 2018-2019 satu unit (jadi)," ujar Firmansyah kepada detikFinance, Rabu (5/6/2013).

Saat ini, PAL telah mengirimkan sebanyak 206 tenaga ahli di bidang desain dan produksi ke Korea Selatan. Pengiriman ini untuk mendukung program pengembangan kapal selam merah putih. Harapannya, sebagian besar komponen kapal selam yang diproduksi di Surabaya Jawa Timurmenggandung banyak komponen lokal.

"Sebanyak mungkin kandungan lokalnya," tambahnya.

Untuk pengembangan 3 kapal selam di Indonesia dan Korea Selatan, Kementerian Pertahanan Indonesia menggelontorkan anggaran mencapai US$ 1 miliar. 
»»  READMORE...

37 tank Rusia segera perkuat Marinir TNI AL





37 unit tank BMP-3F asal Rusia untuk Korps Marinir akan tiba tahun ini selain  kapal perang buatan dalam dan luar negeri.

"Marinir sudah mendapatkan 17 unit tank BMP-3F dan akhir tahun ini akan ditambah lagi 37 unit. Tahun depan, sejumlah pesanan alat utama sistem senjata (alutsista) akan terus datang lagi," kata Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio. 

Marsetio mengemukakan hal itu usai peletakan batu pertama Pembangunan Batalyon Marinir 10 di Pulau Setokok Kota Batam, Rabu.

"....akan datang secara bertahap, baik itu kapal perang, pesawat, helikopter maupun tank," kata
Marsetio.

Ia mengatakan, Markas Besar TNI AL telah memesan sejumlah peralatan tempur dari industri strategis di dalam dan luar negeri, antara lain tiga kapal selam dari Korea Selatan, empat "LST" (Landing Ship Tank) dari PAL, KRC (Kapal Cepat Rudal)  dari Palindo Marine Batam dan kapal fregat dari Inggris.

"Selain itu, masih ada kapal hidrografi, 11 helikopter antikapal selam, dan kapal latih Kadet AAL pengganti KRI Dewaruci," papar Marsetio. 
»»  READMORE...

Prototype Tank Nasional Pindad




Kaplan, FNSS Turki (photo: DEFESA Global)

Indonesia dan Turki menandatangani kesepakatan kerjasama pembuatan tank medium pada ajang IDEF 2013 di Turki, awal Mei lalu, untuk dijadikan Tank Nasional, setelah Indonesia sebelumnya sukses membangun Panser Anoa.

“Indonesia memilih FNSS Turki karena pengalaman dan tekhnologi kami telah  diakui dunia” ujar pejabat FNSS di Ankara. Proyek kerjasama itu akan menghasilkan prototype dalam 4 tahun ke depan. “Kami sedang mengajukan proposal secara resmi untuk bersama-sama merancang, mengembangkan dan memproduksi tank medium,” katanya.



Yang menjadi pertanyaan, rancang bangun tank model apa yang diajukan FNSS Turki maupun Pindad Indonesia ?

Opsi yang mungkin ditawarkan FNSS Turki adalah produk terbaru mereka, Konsep  Light Armoured Weapon Carrier – Tracked (LAWC-T), Tank Kaplan.
Tank Kaplan diciptakan FNSS sebagai lapis baja ringan untuk berbagai tujuan: Tank pengintai, Anti-tank (dengan peluncur ATGM) dan juga bantuan tempur/ bantuan tembakan bagi infanteri.

Konsep Tank Kaplan sengaja diperkenalkan Turki di ajang Eksebisi IDEF 2013, untuk mencari masukan dari calon pembeli. Setelah keinginan calon pembeli diserap, FNSS Turki akan membuatkan prototype varian baru dari Tank Kaplan. Ceruk bisnis inilah yang berhasil diraih FNSS Turki dengan Malaysia. FNSS Turki menyodorkan IFV PARS 8×8, kemudian direspon Malaysia dengan meminta sejumlah modifikasi disesuaikan kebutuhan militer Malaysia. Setelah modifikasi, prototype varian PARS 8×8 itu dikirim ke Malaysia untuk di ujicoba.  Jika semua sudah cocok, barulah IFV itu dibuat dengan skema kerjasama dengan Deftech Malaysia, hingga kini muncul varian baru dan diberinama AV 8 Deftech.

LAWC-T Kaplan: Light Armored Weapon Carrier Concept – Tracked (armyrecognition.com)
LAWC-T Kaplan: Light Armored Weapon Carrier Concept – Tracked
LAWC-T Kaplan Turki
LAWC-T Kaplan Turki

Skema kerjasama PT Pindad dengan FNSS bisa jadi secara garis besar seperti itu. Seberapa besar prosentase keterlibatan PT Pindad dalam membangun Tank baru, tentu disesuaikan dengan seberapa besar kemampuan PT Pindad dalam membuat Tank.

Hull/ body dari Tank Kaplan terbuat dari alumunium curah (non-patri) yang dilapis armor ballistic protection STANAG 4569 Level 4, mampu menahan tembakan senjata mesin berat penyobek lapis baja 14.5×114 mm standar Rusia atau Armor-Piercing Fin-Stabilized Discarding-Sabot 14.5x114mm (NATO).

Kaplan juga memiliki perlindungan ranjau STANAG 4569 Level 3 dan bisa ditingkatkan dengan memasang plat baja di bawah tank.

Komandan dan pengemudi duduk bersebelahan di bagian depan dilengkapi 8 periskop untuk mendapatkan pandangan 180 derajat. Mereka juga dilengkapi rangkaian kamera siang dan malam (penjejak panas/thermal imager), long range CCD camera dengan jangkauan 360 derajat yang dikontrol dari panel flat di ruang kendali komandan dan pengemudi. Selain itu masih ada juga penjejak infra merah, untuk mengukur jarak kendaraan lawan.

Light Armoured Weapon Carrier – Tracked (LAWC-T) Kaplan disiapkan untuk bisa dipasang berbagai jenis turret, sesuai keinginan/ kebutuhan konsumen, seperti canon 25-40 mm otomatis ataupun manual, turet pembawa berbagai rudal anti-tank, ATGM, serta pilihan lain, meriam dari berbagai kaliber.

Kaplan memiliki chasis yang pendek dengan mesin yang terpasang di bagian belakang, memungkinkan komandan dan pengemudi duduk berdampingan di depan, untuk mendapatkan pemandangan yang tertinggi dan luas dari medan perang. Penempatan mesin di bagian belakang juga dimaksudkan mengurangi tingkat kebisingan dan jejak panas yang ditinggalkan.

LAWC-T in mengangkut 5 kru yang masuk lewat pintu belakang serta dua pintu samping. Pengemudi juga dilengkapi pintu kecil di bagian atas.

Didorong oleh mesin diesel dengan 3 shock absorbers di setiap sudutnya, Tank Kaplan memiliki mobilitas tinggi sehingga memungkinkan untuk beradu cepat atau mengejar Main Battle Tank, baik di jalan beraspal atau cross country.

Adanya kemampuan itu membuat Kaplan bisa berfungsi sebagai Anti-Tank  (dengan ATGM) ataupun intai tempur. untuk mobilitas, Kaplan bisa diangkut dengan Hercules C 130 ataupun kereta api.

Opsi lain yang dimiliki FNSS Turki adalah ACV 300 yang diubah menjadi ACV SW dilengkapi turret BMP 3 Rusia.

Tank Kaplan Canon 105/120mm dan AFV SW adalah dua prototype yang mungkin diajukan oleh Turki. Tapi tidak tertutup kemungkinan Pindad juga akan mengajukan prototype yang pengerjaannya akan dibantu FNSS.

Jika turet yang diinginkan Pindad dari Cockerill Belgia, ada dua produk yang beredar di pasaran. Yang terbaru adalah Tank Anders buatan Polandia.

Tank Anders mengambil basis pengembangan dari IFV CV90, yang juga dibeli oleh Polandia. Tank ini memiliki berat 35ton dan dipersenjatai meriam cockerill 105 dan 120mm.
Prototype Light Tank Anders
Prototype Light Tank Anders

Model lainnya adalah Tank  CV90120-T,  juga pengembangan dari  IFV CV90. IFV CV90 dengan versi meriam 120mm diperkenalkan Swedia pada tahun 1998.  Dengan bobot 35 ton, tank ini memiliki daya gempur besar dan cocok dengan kebutuhan kavaleri Indonesia.
CV90120-T LIGHT TANK (Image: BAE Systems)
CV90120-T LIGHT TANK (Image: BAE Systems)

Model tank mana yang kira kira dipilih untuk menjadi prototype Tank Nasional ?. Pilihannya adalah tank mana sajalah, semua bagus. Yang penting jadi dibikin, bukan berhenti ditingkat prototype saja. Sudah cukup lama Indonesia bergulat  membuat prototype tank dan sampai kini tidak juga dibuat.

Pembuatan Panser Anoa juga tidak terlepas dari persoalan diskusi yang “mbulet”. Breaking through dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan membawa semua pihak yang berkepentingan ke PT Pindad Bandung, termasuk penyandang dana dari BNI.

“Ini panser bagus yang akan menjadi kebanggaan Indonesia dan sangat dibutuhkan TNI. Bagaimana BNI, bisa mendanainya ?”, ujar Jusuf Kalla. Perwakilan dari BNI pun menjawab: “Bisa Pak, (karena dalam hati orang BNI,  toh pembuatan panser ini proyek negara sehingga  investornya tidak mungkin melarikan diri).  “Bikin dulu, urusan kualitas bisa ditingkatkan di belakang hari”, ujar Wakil Presiden. Dan kini Indonesia memiliki Panser Anoa yang membanggakan.

Semoga kisah Panser Anoa, berulang di pembangunan prototype Tank Nasioanl, agar PT Pindad Bandung tidak dipenuhi contoh lapis baja atau prototype berbagai jenis tank dari Sherman hingga ACV 300. 

»»  READMORE...

First F-35B Unit will be Combat Ready in Two Years



vfma121_landing
The first F-35B stealth fighters of US Marine Corps VFMA 121 are already flying at Yuma Air Station in New Mexico. The unit is expected to become combat ready by mid or late 2015. Photo: Lockheed Martin

The US Marine Corps is expected to be the first service to declare the F-35 Joint Stike Fighter (JSF) operational. If all goes according to plan, the corps could have up to 16 of the stealth fighters operational by mid 2015. These fighters will be ready to conduct Close Air Support (CAS) missions, offensive and defensive counter air, air Interdiction, assault support escort, and armed reconnaissance in concert with Marine Air Ground Task Force resources and capabilities. The USMC also requires the jet’s Autonomic Logistic Information System V2 software to declare IOC. Like the USAF, the Marines require Block 3F for their future needs.
The training unit at Eglin is expected to receive the first Block 2A aircraft, equipped with software upgrade and increased capability. For the IOC, the first Marine squadron will operate the jets with the next version – Block 2B. “If the F-35 IMS Version 7 executes according to plan, Marine Corps F-35B IOC criteria could be met between July 2015 (Objective) and December 2015 (Threshold),” the Marine Corps confirmed in a recent report submitted to Congress by the three services scheduled to operate the Lightning II fighter. The Marines will declare IOC when the first squadron of between 10 and 16 aircraft is trained and ready.
Two F-35B STOVL fighters performed sea trials with USS Wasp LHD in October 2011. Following these tests the Navy recommended a list of modifications to be performed on its amphibious support vessels before they can accommodate the STOVL JSF.
Two F-35B STOVL fighters performed sea trials with USS Wasp LHD in October 2011. Following these tests the Navy recommended a list of modifications to be performed on its amphibious support vessels before they can accommodate the STOVL JSF.

The corps’ F-35B will initially operate from land bases, as the planned operation from Landing Helicopter Dock (LHD) will require significant modifications to accomodate the STOVL jet fighters. According US Navy Admiral Jonathan Greenert, chief of naval operations, certain modifications for the Wasp-class LHDs ship have already been designed. According to Aviation Week, The modifications are intended to offset the stresses associated with JSF exhaust during vertical landing. Extra shielding will be required, protecting vulnerable elements on the deck, that cold be vulnerable to the heat generated by the jet exhaust. The Navy has not disclosed how long it will take to implement the modifications across the LHD/LHA fleet.
First release of a GBU-12 from the F-35B. Photo: Lockheed Martin
First release of a GBU-12 from the F-35B. Photo: Lockheed Martin
The F-35 program schedule calls for the first Marine F-35B unit, VMFA-121, to be ready for a “contingency deployment” by late 2015. However, there is no firm date for a second squadron. VMFA-121 is the first operational fleet squadron anywhere in the world for the F-35 and comprised of flyers and maintainers trained at Eglin. While the squadron is expected to become ‘combat ready’ in two years, its actual combat capability is not clear, Aviation Week wrote. Out of the weapons cleared in the Block2B/3I software standard, only the laser-guided bomb is considered useful for close air support (CAS), which is the primary mission of embarked AV-8Bs. None of the 2B weapons are suitable for use against quickly moving targets or for a situation in which the risk of collateral damage is high. (For these missions the US Navy employs weapons like Laser JDAM and Hellfire, and will ultimately employ the SDB-II as it becomes available).
Another concern about the F-35B CAS capability is lacks the Rover (remote video receiver) technology. Traditionally, U.S. stealth aircraft lacked interface to non stealth assets, and Rover, considered as the minimum essential interface for CAS, will have to be included if the stealthy F-35B would ever be considered for this basic air support application. To implement such capability in the short time left for IOC the Marines could be carrying Rover in an extenal pylon or pod, until an internal solution is available for teir F-35B. The US Navy however is holding firm on requiring the full Block 3F configuration for its F-35C IOC date. “If the F-35 IMS Version 7 executes according to plan, Navy F-35C IOC criteria could be met between August 2018 (Objective) and February 2019 (Threshold),” the report reads.
The aircraft will fly with the current software configuration known as Block 2B configuration in 2015. “If the F-35 IMS Version 7 executes according to plan, Marine Corps F-35B IOC criteria could be met between July 2015 (Objective) and December 2015 (Threshold),” the report states.
The Marines will declare IOC when the first squadron of between 10 and 16 aircraft is trained and ready “to conduct CAS, offensive and defensive counter air, air Interdiction, assault support escort, and armed reconnaissance in concert with Marine Air Ground Task Force resources and capabilities”. The USMC also requires the jet’s Autonomic Logistic Information System V2 software to declare IOC. Like the USAF, the Marines require Block 3F for their future needs, the report says.
The US Air Force has already deployed F-35As to Nellis, in support of operational training and development of tactics, but the first squadron is scheduled to become combat ready only by the end of 2016. Photo: Lockheed Martin
The US Air Force has already deployed F-35As to Nellis, in support of operational training and development of tactics, but the first squadron is scheduled to become combat ready only by the end of 2016. Photo: Lockheed Martin

Unlike to the Marines, the US Air Force, the largest customer for the tri-service jet, is willing to wait few months longer to get the next software version known as Block 3i, declaring its first squadron operational in the second half of 2016. The first squadron will fly 12-24 F-35As equipped and train to conduct basic close air support (CAS), interdiction, and limited suppression and destruction of enemy air defense (SEAD/DEAD) operations in a contested environment.
This new schedule reflects a departure from previous plans to field the JSF a year later, in 2017, with the final Block 3F configuration. The current IOC will suffice with either the earlier Block 2B software load or with Block 3i, currently being tested. The new schedule emphasize the Air Forces determination to improve its capabilities to operate in contested and denied airspace even if such capabilities are partial.
The report said the Air Force will need to field full Block 3F capability, facilitating enhanced lethality and survivability, but noted “the IOC will provide sufficient combat capability for the threat postulated in 2016,”
The US Navy however is not compromizing on Block 3F and is willing to wait more than three years, until mid 2019, after the Marines field their own STOVL F-35Bs, untill having the first F-35C unit operatioonal with at least 10 aircraft on board one of its aircraft carriers. these aircraft will be configured with Block 3F. The USN says that it must have the Block 3F configuration to deal with threats in the post-2018 environment.
The US Navy has painted their first production F-35C in the colors of VF101 'Grim Rippers', but the service decided to pass on the possibility to deploy the current version. Therefore, the first naval aviation unit isn't likely to become operational for six years. However, when the first squadron deploy at sea, in 2019, it will be equipped with the full capabilities envisioned for the 5th Generation fighter. Photo: Lockheed martin
The US Navy has painted their first production F-35C in the colors of VF101 ‘Grim Rippers’, but the service decided to pass on the possibility to deploy the current version. Therefore, the first naval aviation unit isn’t likely to become operational for six years. However, when the first squadron deploy at sea, in 2019, it will be equipped with the full capabilities envisioned for the 5th Generation fighter. Photo: Lockheed martin
»»  READMORE...