News in Picture

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Saturday, July 13, 2013

PESAWAT TEMPUR MIG, SI CANGGIH YANG KURANG DIKENAL



Produsen pesawat tempur MiG Rusia "Biro Desain Mikoyan" telah mengalami masa-masa sulit dalam beberapa tahun terakhir. Padahal selama ini, kata "MiG" sudah menjadi simbol kekuatan penerbangan militer Uni Soviet. Saat ini, meskipun memiliki sejarah yang harum, nyatanya Mikoyan mengalami kerugian setiap tahun dan menjadi penerima reguler dari subsidi pemerintah Rusia.



MiG-29 Hongaria
MiG-29 Angkatan Udara Hongaria saat Koksijde Airshow 2005 di Belanda
(Kredi foto : Coert van Breda / nl.wikipedia)

Perspektif di pasar senjata internasional ternyata tidak mendorong perbaikan situasi Mikoyan. Pada akhir 2011 lalu, ada kontrak untuk menyelesaikan pengiriman 20 MiG-29 ke Myanmar, 45 MiG-29 K-UB untuk program kapal induk India, ditambah order untuk mengirimkan 62 MiG-29 untuk Angkatan Udara India dan pesanan 24 MiG-29M/M2 untuk Angkatan Udara Suriah. Pesanan lain juga ada untuk MiG. Walaupun begitu, portofolionya masih rendah, MiG masih jauh di belakang saingan dalam negeri utamanya yaitu Sukhoi.

Selain itu, persaingan di pasar ekspor saat ini sudah sangat tinggi. Krisis ekonomi bahkan mendorong negara-negara yang merupakan bagian dari Pakta Warsawa, atau memiliki perjanjian kerjasama militer dengan Uni Soviet, untuk menjual stok alutsista dan pesawat militer mereka, termasuk pesawat MiG-29 yang mereka gunakan. Hongaria baru-baru ini juga mengumumkan batch terakhir penjualannya.

Harapan tinggi pun diemban oleh pesawat tempur MiG model baru yaitu MiG-35 -representasi dari pesawat tempur generasi 4++-, namun pesawat ini juga belum memiliki keberuntungan di pasar internasional karena beberapa alasan. Ketika memulai debutnya pada tahun 2007, MiG-35 sebenarnya telah menarik perhatian luas dunia internasional di pameran-pameran udara. Namun, hingga kini pihak Mikoyan sendiri belum menerima satu pun kontrak penjualannya. Pukulan telak pun diberikan oleh program modernisasi MMRCA (Medium Multi-Role Combat Aircraft) India. Pesawat tempur Rusia pun bahkan tidak masuk ke short list, kalah oleh Dassault Rafale dari Prancis dan Eurofighter Typhoon dari Inggris dkk.

Para analis dan media mengemukakan berbagai alasan kekalahan Rusia atas tender MMRCA India ini. Jika kita hanya berbicara tentang sisi teknis masalah ini, mayoritas akan cenderung berpikir bahwa militer India menolak pesawat tempur Rusia karena mesin RD-33MK, yang notabene adalah mesin versi upgrade dari RD-33 buatan tahun 1972. Selain itu, ada laporan yang menyebutkan bahwa India tidak menyukai sistem radar Zhuk-AE, padahal sistem radar ini menjadi senjata promosi dari MiG-35. Menurut desainer Rusia, sistem radar Zhuk-AE ini akan menjamin kemenangan dalam pertempuran udara terhadap pesawat generasi 4+. Selain itu, sistem radar MiG-35 juga diklaim sebanding dengan yang digunakan pesawat generasi ke-5.

Jika kita berbicara mengenai alasan lain selain kinerja teknis pesawat, maka tampak bahwa ada yang tidak biasa dalam motif para penyelenggara tender. MiG-35 memiliki biaya jauh lebih murah dari para pesaingnya Dassault Rafale dan Eurofighter Typhoon (USD 10,5 miliar untuk 126 pesawat ditambah transfer teknologi dan lisensi). Selain itu Angkatan Udara dan Angkatan Laut India telah memiliki sekitar seratus MiG-29 dengan berbagai modifikasi. Oleh karena itu, membeli pesawat tempur sejenis MiG-29 seharusnya akan menjanjikan penghematan biaya.
MiG-35
MiG-35 (Foto via worldsairforce.webs.com)

Menjelaskan tentang perubahan "kiblat" India ini, para ahli MMRCA cenderung menyinggung keinginan India adalah untuk diversifikasi program kerja sama militer. Singkatnya, India ingin membatasi ketergantungan onderdil pesawat dari produsen Rusia, dengan mempertimbangkan kontrak yang sudah ada yaitu pembelian 230 pesawat tempur Su-30MKI dan program pengembangan bersama pesawat tempur generasi kelima T-50/proyek PAK-FA.

Kegagalan Rusia dalam tender India ini jelas memiliki dampak yang sangat negatif pada prospek MiG-35. Tahun ini, Kementerian Pertahanan Rusia memang memutuskan untuk membeli 24 MiG-35. Tapi apakah itu hanya untuk "melestarikan" alutsista unik atau hanya sebuah percobaan sebelum akhirnya menggantikan 200 MiG-29 yang tersisa di Angakatan Udara Rusia dengan pesawat yang lebih baik? Waktu yang akan menjelaskannya.

Adapun masalah lain yang dihadapi Biro Desain Mikoyan, adalah perusahaan ini sejak bertahun-tahun terkait dengan pengembangan khusus dari komplek industri militer Rusia sejak masa Uni Soviet. MiG dan Sukhoi bekerja secara paralel untuk mengembangkan pesawat tempur ringan dan berat, dan memang hal itu juga dilakukan oleh Amerika Serikat.

Perbedaannya dengan Amerika Serikat, ketika pesawat harus melewati produsen komersial ke layanan, diperlukan penyatuan maksimum pada komponen utama, sedangkan MiG dan Sukhoi tidak. Hasilnya sebuah pesawat dual control lahir seperti F-15 oleh Boeing dan F-16 oleh Lockheed Martin, keduanya memiliki mesin yang sama yaitu Pratt & Whitney F-100. Angkatan Udara AS tidak hanya berhasil menghemat biaya transisi pesawat-pesawat generasi keempat itu, tetapi juga penghematan pada biaya pemeliharaan dan upgrade di masa depan nantinya.

Di Uni Soviet, situasinya agak berbeda. MiG dan Sukhoi dikembangkan dengan lembaga penelitiannya masing-masing, mengandalkan basis produksi masing-masing dan saling terlibat dalam kompetisi untuk mengeksploitasi sumberdaya ekonomi terencana. Kabar baiknya, Pemerintah Rusia berencana untuk menggabungkan perusahaan-perusahaan penerbangan Rusia seperti Mikoyan, Ilyushin, Irkut, Sukhoi, Tupolev, dan Yakovlev sebagai satu perusahaan baru yang bernama United Aircraft Corporation.

Manajemen industri pertahanan Rusia masih berpikir dengan ide "Great Patritic War," yakin bahwa masalah seperti itu cukup muda untuk diterima. Rantai produksi paralel dipandang sebagai cadangan mobilisasi yang secara dramatis akan meningkatkan produksi persenjataan militer dalam kasus perang skala besar. Namun penyatuan di masa depan antara Su-27 dan MiG-29 dalam keadaan seperti ini keluar dari pertanyaan. Uni Soviet mampu mempertahankan dua sistem independen pesawat tempur, tetapi Federasi Rusia tidak bisa.

Sesuatu yang seperti itu juga terjadi di Barat. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan penurunan tajam dalam belanja militer, perangkat keras militer generasi baru harganya melonjak berkali lipat dari sebelumnya. Jumlah produsen independen pesawat juga semakin berkurang, sedangkan sebagian produsen bergabung menjadi satu agar tetap bertahan hidup. Sebuah pesawat biasanya ada jika bisa diekspor. Semua industri pesawat harus belajar hidup sendiri, tidak bergantung kepada dukungan pemerintah.

Sukhoi memasuki periode baru dengan platform T-10 (nenek moyang flanker Su-27 dll) yang bisa dimodernisasi dan dimodifikasi sesuai kebutuhan pelanggan. Hasilnya pesawat generasi 4+ hasil klon dari Su-27 dan Su-30 laris manis di pasar internasional, sementara MiG "termenung" tanpa kontrak internasional yang signifikan dalam satu dekade terakhir. Sukhoi akhirnya menjadi raja di pasar internasional dengan tidak ada pemain Rusia lain di dekatnya.
Su-30MKI
Sukhoi Su-30MKI India saat Aero India 2009 (Foto :vishak / Wiki)

Model ekspor dari Mikoyan, Universal Light Fighter MiG-29 CMT, juga tidak memberikan harapan. Pesawat ini dinilai terlalu berat untuk kelasnya, MiG-29 CMT telah kehilangan karakteristik penerbangan relatif terhadap model aslinya MiG-29. Amunisinya juga terbatas dan harganya hampir sama dengan Sukhoi yang merupakan fighter kelas berat.

Mikoyan kemudian menggunakan seluruh sumberdayanya untuk memodernisasi mesin RD-33. Insinyur MiG kemudian menciptakan mesin RD-33MK, yang dipasang pada MiG-35, dengan kendali vektor dorong dan afterburner yang ditingkatkan. Namun, kepercayaan dari pelanggan potensial untuk mesin upgrade ini tidak ikut meningkat.

Dan lagi, model MiG ekspor memiliki pesaing yang kuat di pasar negara-negara dunia ketiga, khususnya menghadapi China dengan J-10 an JF-17 nya. Dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka, mereka memiliki keuntungan besar dan tidak terbantahkan di mata pembeli - harga ekspor pesawat China berkisar 10 juta dolar lebih murah dari pesawat Mikoyan Rusia.

Naasnya lagi, pelanggan potensial untuk pesawat tempur MiG hilang diantara brosur-brosur tentang pesawat tempur generasi 4+ lainnya dan ke-5. Bisa saja diantara negara-negara itu tidak mengerti apa yang mereka beli itu. Namun, fakta terjelasnya adalah bahwa memiliki pesawat generasi 4+ atau 5 dalam angkatan udaranya pasti akan memberikan kebanggaan, meskipun mahal dan secara teknis sulit.

Butuhkah Dengan Pesawat Tempur Generasi 4++ atau 5 ? 

Jika ada pertanyaan tentang penerapan pesawat-pesawat tersebut ke dalam layanan, kemampuan teknis dan biaya peralatan yang dibutuhkan untuk menjamin pelaksanaan tugas militer tertentu tertutupi oleh definisi musuh potensial. Tren global yang terjadi saat ini.

Berdasarkan logika sederhana ini, pesawat generasi ke-5 dan semua generasi 4++ akan "kalah" dengan pesawat yang lebih mudah dan sederhana (kalah karena beberapa alasan tertentu), terutama di pasar negara dunia ketiga. Kompleksitas teknis dan fleksibilitas dari pesawat memang akan memberikan keunggulan strategis, tapi itu hanya terjadi jika jumlah pesawatnya mencukupi. Nah, untuk negara-negara tertentu, ini akan sulit dicapai karena tingginya harga pesawat-pesawat semacam ini. Ketika harus membeli pesawat canggih namun dengan harga selangit, angkatan udara dari negara yang memiliki kantong pas-pasan akan memiliki resiko "tidak ada dukungan udara dan pilot menjadi tidak terlatih."

Amerika Serikat menolak untuk menggunakan F-22 Raptor dalam konflik Libya karena pesawat ini memang bukan dirancang untuk menyerang target darat, ini juga yang memaksa orang untuk berpikir kembali (walaupun F-22 memang tidak dijual).

Asumsi di atas sebagian juga didukung oleh perilaku pelanggan potensial di akhir pameran udara Le Bourget Prancis 17-13 Juni lalu. Pelanggan kebanyakan hanya tertarik pada helikopter serang, UAV nEUROn dan P.1 HH Hammerhead, pesawat latih tempur yang murah dan mudah, atau pesawat-pesawat tempur ringan seperti Archangel Amerika atau Super Tucano EM 314B dari Embraer Brasil.

Di sisi lain, China juga mengumumkan rampungnya pengembangan pesawat latih tempur ringan JL-10, yang menjadi pesawat termurah di kelasnya -10 juta dolar ketimbang Yak-130 Rusia yang 15 juta dolar. Kemungkinan besar, ini adalah jenis pesawat yang akan menentukan wajah pasar penerbangan internasional dalam beberapa dekade mendatang. Negara-negara non-industri di Asia, Afrika dan Amerika Latin, serta perusahaan militer swasta, dijamin akan tertarik pada pesawat latih tempur China itu.

Krisis ini juga dilatarbelakangi karena meningkatnya harga satuan dan tingginya persyaratan untuk pelatihan pilot. Mengakibatkan jumlah negara yang mampu memiliki pesawat modern pasti akan menurun. Akibatnya, produsen penerbangan harus memilih antara pasar internal mereka yang sedikit atau lingkaran pelanggan potensial yang sanggup untuk mengakuisisi dan mengupgrade armada generasi 4++ dan 5 mereka.

»»  READMORE...

PT DI Uji Coba CN235-200 Milik TNI AL





12 Juli 2013, Jakarta: PTDI melakukan serangkaian uji coba untuk pesawat barunya yang dipesan TNI AL pada Kamis ( 11/7/ 2013) lalu. Uji terbang yang dilakukan meliputi uji bank to bank, steady heading sideslip, dan uji roll out selama dua jam penuh. Hasilnya, menurut Capt. Ester sebagai Chief Test Pilot, performa pesawat turboprop ini sudah mendekati sempurna. "Apa yang kita ujikan tadi hasilnya sesuai dengan rencana para perancang," jelasnya.

Selain menguji performa fisiknya, PT DI juga menguji performa winglet CN235-220. Seperti kita ketahui, CN235-220 versi terbaru ini merupakan inovasi anak bangsa, dimana PT DI menambahkan winglet di bagian sayapnya. Winglet tersebut berguna untuk mengurangi daya hambat yang dihasilkan oleh Flir dan radar tambahan di bagian bawah pesawat.

"Setelah dites ternyata winglet ini membantu performa pesawat, hingga menyamai versi basic-nya sebelum ditambah radar dan flir," ujarnya kepada Angkasa.

Setelah lolos uji fisik ini, PT DI akan melanjutkan dengan uji stall character. Tujuannya, untuk melihat bagaimana respon CN235-220 jika terjadi stall. PT DI menargetkan rangkaian uji terbang ini akan rampung akhir Juli mendatang. Setelah semua selesai, pesawat tersebut akan diserahterimakan kepada Skuadron 800 Penerbal TNI AL.

Sumber: Angkasa
»»  READMORE...

KRI DIPENEGORO-365 LAKSANAKAN LATMA UNIFIED CEDAR DI LAUT MEDITERANIA


KRI Diponegoro-365 dalam on task ke-12 kali ini melaksanakan latihan terpadu dengan kapal perang Lebanese Armed Force (LAF) Navy LNS Sour-21, sedangkan kapal perang Jerman FGS Braunschweig F-260 secara paralel juga melaksanakan latihan dengan kapal LAF Navy LNS Damour-22 di Area of Maritime Operation perairan Lebanon, Jumat (5/7).

 Latihan tersebut dilaksanakan dalam rangka training Kadet tingkat III LAF-Navy dengan tujuan Mersin, Turki yang on board di LNS Sour dan LNS Damour. Selama melintasi Area of Maritime Operation (AMO), iring-iringan kapal tersebut melaksanakan latihan bersama unsur-unsur Maritime Task Force (MTF) 448 dalam latihan dengan sandi “UNIFIED CEDAR 2013”.

Latihan ini direncanakan berlangsung dalam dua tahap yaitu tanggal 5 Juli dan tanggal 13 Juli. Beberapa serial latihan yang dilaksanakan dalam tahap pertama diantaranya adalah Boarding Exercise (BOARDEX), Winching Exercise (WINCHEX) dan Replenishment at Sea Exsercise (RASEX). KRI Diponegoro sendiri terlibat dalam BOARDEX dan WINCHEX.

Dalam BOARDEX KRI Diponegoro meluncurkan dua tim VBSS nya. Tim yang beranggotakan 14 orang tersebut meluncur ke LNS Sour dengan menggunakan dua buah Rigid Hull Inflatable Boat (RHIB)/sekoci. Di pihak lain tim VBSS dari FGS Braunschweig melaksanakan latihan VBSS dengan LNS Damour-22. Tujuan dari BOARDEX kali ini adalah sebagai demonstrasi kepada kadet-kadet LAF-Navy yang sedang melaksanakan training. Dijadwalkan pada tanggal 13 Juli, tim VBSS dari LNS Sour yang beranggotakan para kadet akan melaksanakan Boardex terhadap KRI Diponegoro-365.



 Dalam latihan yang lain, helikopter NV 409 melaksanakan WINCHEX. Latihan ini dilaksanakan untuk melatih prosedur Medical Evacuation (MEDEVAC) dari LNS Sour dan LNS Damour. Helikopter KRI Diponegoro yang mempunyai nama panggilan Garuda ini melaksanakan prosedur winching secara bergantian. Sebagai simulasi korban adalah boneka manusia yang sudah disiapkan sebelumnya. Proses MEDEVAC atau EMU (Evakuasi Medis Udara) terhadap boneka manusia tersebut dilaksanakan secara bergantian di kedua kapal perang Lebanon berjenis LCU tersebut. Sementara FGS Braunschweig bertindak sebagai kapal SAR.

Secara umum latihan “UNIFIED CEDAR 2013” tahap pertama ini berlangsung aman dan lancar. Selesai pelaksanaan latihan, unsur-unsur LAF-Navy melanjutkan pelayaran menuju Mersin, Turki. Sedangkan unsur-unsur MTF kembali melaksanakan patroli sektor di AMO.

»»  READMORE...

ROKET CHAFF KRI MALAHAYATI-362 TANGKIS SERANGAN RUDAL PESAWAT TEMPUR


Pelayaran menuju daerah operasi di perairan Karang Unarang ternyata harus dilalui KRI Malahayati-362 dengan cuaca yang tidak bersahabat. Namun berkat kegigihan, pengalaman dan naluri tempur yang selalu terasah, cuaca ekstrem Laut Jawa dan Laut Sulawesi dapat dilalui dengan mudah. Sesampainya di daerah operasi Karang Unarang, prajurit KRI Malahayati-362 melaksanakan latihan penembakan rocket chaff, Sabtu (6/7). Latihan ini untuk melatih profesionalisme prajurit serta kesiapan material untuk menghadapi berbagai kemungkinan ancaman di medan tugas.

Disimulasikan KRI Malahayati-362 melaksanakan peran tempur bahaya udara setelah radar udara KRI Malahayati-362 mendeteksi adanya kontak udara yang mencurigakan. Teridentifikasi berdasarkan squawking IFF bahwa kontak udara merupakan pesawat tempur musuh yang menyelinap, berdasarkan aturan pelibatan Operasi Tameng Hiu-13 KRI Malahayati diwajibkan memperingatkan musuh untuk meninggalkan wilayah kedaulatan NKRI.

Pesawat tempur musuh bermanuver ekstrem lalu menembakan peluru kendali (Rudal) ke arah KRI Malahayati-362. Komandan memerintahkan PWO (Principle Warfare Officer) memimpin timnya untuk menangkis serangan tersebut. Diambil langkah taktis dengan meluncurkan chaff untuk mengalihkan sasaran peluru kendali musuh. Chaff meledak di udara dan membentuk awan pejal berelektromagnet yang mengalihkan sasaran peluru kendali dari kapal ke awan pejal yang terbentuk. Hal tersebut dimonitor secara visual serta melalui tampilan radar yang menujukkan echo pada kumpulan awan pejal.

Komandan KRI Malahayati-362, Letkol Laut (P) Moch. Irchamni dalam pernyataannya menyampaikan bahwa latihan ini merupakan rangkaian kegiatan yang sudah terencana dan akan berkelanjutan. "Setelah diserang, kita wajib menyerang. Oleh karena itu, setelah bekal ulang di pelabuhan Balikpapan selanjutnya kami akan menyiapkan latihan penyerangan sebelum tiba di daerah operasi. “Ci Vis Pacem Parabellum, Jika ingin damai, Harus siap untuk berperang", ungkap Komandan KRI Malahayati-362. 

»»  READMORE...

TNI AD BELI HELIKOPTER TEMPUR EROPA




Eurocopter AS 550 Fennec Multirole buatan Perancis (Jetphoto.net/Javier González)
Eurocopter AS 550 Fennec Multirole buatan Perancis.

Untuk memperkuat keamanan Negara, TNI berencana mendatangkan 12 helikopter tempur dari negara Eropa, sekaligus memperbarui alat utama sistem senjata (Alutsista) Indonesia. TNI juga membeli helikopter Apache dari Amerika Serikat. “Kita juga akan membeli helicopter tempur jenis Apache yang harganya Rp700 miliar per buah,” ujar Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Moeldoko, usai membuka Karya Bakti dan Bakti Sosial TNI di Kantor Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.


Pembenahan alutsista TNI AD terus dilakukan dengan dengan mendatangkan:Tank Leopard asal Jerman dan meriam penangkis udara. Beberapa peralatan tempur yang ditungu kedatangannya antara lain: Tank Leopard dan IFV Marder asal Jerman serta meriam 105/155 untuk Armed dari Korea dan Perancis.


“TNI AD juga akan mendatangkan penangkis udara dari Prancis maupun Inggris. Pada Oktober nanti diharapkan sebagian peralatan tempur baru milik TNI AD sudah bisa kami tunjukan kepada masyarakat,” ujar KSAD. Saat ini TNI AD telah memiliki sejumlah alat tempur modern seperti: meriam tempur Gun Zur 2322, 3d Multi Beam Search Radar, Missile Lauchers Porpad serta Tank Anoa 2.

Eurocopter AS 550 Fennec Multirole buatan Perancis (Fernando Puppio - GACETA AERONÁUTICA)
Eurocopter AS 550 Fennec Multirole buatan Perancis.
AS 550 Fennec ?


Heli tempur dari Eropa tersebut kemungkinan Eurocopter AS 550 Fennec buatan Perancis. Sebelumnya, di masa KSAD Jenderal Pramono Edhie Prabowo, direncanakan untuk mendatangkan AS 550 Fennec multi-role helicopter.


Mesti berbadan kecil dan single engine, namun varian terbaru Eurocopter AS 550 Fennec sangat mematikan. Helokopter AS 550 C2 dilengkapi HeliTOW sighting system dan TOW anti-tank missiles. HeliTOW sight ini, dipasang di atap helikopter untuk menyuplai: direct view optics, day and night vision serta laser rangefinder. Untuk persenjataan serang darat, AS 550 C2 Fennec mengusung 7 misil x 2 roket launcher Forges de Zeebrugge atau 12 x 2 roket launcher Thales Brandt 68mm. Fennec juga bisa membawa empat rudal anti-tank seperti BGM-71 TOW atau anti-pesawat (air to air missile). Bahkan varian AS 555 SN, mengusung torpedo sebagai anti-submarine warfare.

Apakah eurocopter AS 550 Fennec yang akan dibeli ?. Hal ini baru kemungkinan saja, karena Penerbad memang pernah merekomendasikan helikopter ini sebagai pengganti bolkow 105 TNI AD yang sudah tua. Yang jelas dari pernyataan KSAD Moeldoko di atas, mengisyaratkan bahwa pembelian helikopter serang Apache Longbow semakin mendekati kenyataan.







Sumber : JKGR
»»  READMORE...

APC AV8-TURKI



Dipublikasikan pada Hari: Monday, 8 July 2013 // 
AV8 APC
AV8 adalah kendaraan APC dikembangkan oleh FNSS Turki untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Darat Malaysia. Kendaraan baru ini didasarkan pada APC FNSS Pars 8x8. Namun telah dimodifikasi sesuai kebutuhan Angkatan bersenjata Malaysia.prototipe diselesaikan tahun 2011. Malaysia memesan total 257 APC. Pengiriman dimulai pada 2013. Sebagian dari kendaraan ini akan dirakit secara lokal. APC ini akan memodernisasi alutsista Angkatan bersenjata negeri itu.

   AV8 terbaru telah mengalami peningkatan terutama pada sistem perlindungan, jika dibandingkan dengan Pars. Armor pelindung tambahan telah dipasang. Busur depan memberikan perlindungan terhadap proyektil 14,5 mm armor piercing. Kendaraan memiliki hul atau lambung berbentuk V guna meningkatkan perlindungan terhadap ranjau darat. AV8 tahan terhadap ledakan 8 kg TNT pada bagian Yul,untuk setiap roda tahan terhadap ledakan TNT 6 kg.
   Umumnya seluruh AV8 dilengkapi dengan Denel LTC30 2-man turret. Kendaraan dipersenjatai dengan kanon 30 mm dual-pakan. Ada juga senapan mesin 7,62 mm yang terpasang secara koaksial. Sebanyak 68 kendaraan ini akan dibangun. 54 APC lainnya akan serupa, namun pada bagian belakang akan dilengkapi dengan tambahan 4 rudal anti-tank. Versi ini bahkan dapat dianggap sebagai IFV.

   Untuk versi lainnya akan dilengkapi dengan kanon Sharpshooter 25-mm dan senapan mesin koaksial 7,62 mm.Sebanyak 46 APC akan dibangun untuk konfigurasi ini. Juga 10 kendaraan akan hanya dipersenjatai dengan senapan mesin 12,7 mm yang dapat dikendalikan dari jauh.


   


Awak kendaraan terdiri dari 3 orang, termasuk komandan, penembak dan sopirdan dapat membawa sekitar 11 orang personel. Untuk akses keluar masuk bagi personel dapat melalui pintu belakang dan palka bagian atas.
   AV8 ini didukung oleh mesin diesel turbocharged Deutz Jerman, berkekuatan 523 hp. Mesin terletak di tengah-tengah lambung, di belakang kompartemen mengemudi. Mesin yang sama digunakan pada Pars. APC ini juga dilengkapi dengan unit daya tambahan. Kendaraan memiliki konfigurasi 8x8 dan dilengkapi dengan sistem inflasi ban sentral dan ban run-flat. Sebuah winch self-recovery yang dipasang sebagai standar. Kendaraan lapis baja ini sepenuhnya amfibi. Pada air itu didorong oleh dua waterjets. The AV8 dapat diterbangkan oleh pesawat kargo militer C-17 atau A400M.


   Sebanyak 178 AV8s akan memiliki konfigurasi APC dengan turet 30-mm atau 25 mm, atau 12,7 mm dengan stasiun pengendali senjata jarak jauh. Versi lainnya termasuk kendaraan lapis baja dengan radar pengawas dan antena sensor medan (24), kendaraan komando (13), ambulans lapis baja (9), kendaraan lapis baja maintenen (9), kendaraan pemeliharaan (9), operator mortir 120-mm (8) , kendaraan engineering (4) dan kendaraan signal (3)
»»  READMORE...

Serangan Phising ke Perangkat Apple Meningkat



Headline)

Jakarta - Kaspersky Lab menyatakan bahwa serangan phising ke berbagai perangkat Apple kini terus meningkat.

Kaspersky Lab menganalisis adanya peningkatan tajam kegiatan penjahat cyberyang didesain untuk mencuri ID Apple dan informasi akun pengguna.

Dari Januari 2012 ke Mei 2013, Kaspersky Security Network (KSN) secara rata-rata mendeteksi 200 ribu percobaan untuk mengakses situs phishing setiap harinya.

Ini jauh lebih tinggi dibanding pendeteksian pada 2011, yang rata-rata pendeteksian hanya mencapai 1.000 pendeteksian per hari.

Berdasarkan keterangan resmi pihak Kaspersky, para pakar Kaspersky Lab menemukan bahwa fluktuasi dan peningkatan percobaan phishing seringkali bertepatan dengan kegiatan besar yang digelar oleh Apple.

Sebagai contoh, pada 6 Desember 2012, tak lama setelah pembukaan toko-toko iTunes di India, Turki, Rusia, Afrika Selatan dan 52 negara lain, Kaspersky Lab mendeteksi rekor tertinggi sepanjang sejarah dimana tercatat 900 ribu percobaan phishing yang diarahkan ke situs palsu Apple hanya dalam satu hari.

Metode dari distribusi utama yang digunakan oleh para penjahat cyber untuk mengarahkan pengguna ke situs palsu Apple umumnya menggunakan email phishing yang seakan-akan berasal dari layanan dukungan Apple atau Apple Support dengan nama alias palsu di kolom “Sender”, misalnya services@apple.com.

Email yang diterima biasanya meminta pengguna untuk melakukan verifikasi akun mereka dengan cara mengklik tautan dan memasukkan informasi Apple ID mereka.

Email penipuan ini sangat mirip dan didesain secara profesional sehingga terlihat seperti benar-benar berasal dari Apple, termasuk penggunaan logo Apple dan penggunaan format, warna dan gaya bahasa sama dengan yang digunakan oleh Apple. [ikh]
»»  READMORE...

WAWANCARA KHUSUS DENGAN DIRUT PINDAD

PT Pindad (Persero) sejak awal berdiri selalu dipimpin oleh militer. Karyawannya berstatus PNS. Baru pada tahun 1983, atas inisiatif B.J. Habibie, Pindad dipimpin oleh kalangan sipil. Adik Avianto Soedarsono menjabat sebagai Dirut Pindad pada 2007, sebelumnya ia menjabat Direktur Operasional. 

Tantangan yang dihadapi Adik adalah kultur kerja Pindad yang tidak kondusif untuk pengembangan bisnis. Ia menyebut kultur Pindad seperti kelurahan, bukan kultur institusi pemerintah atau institusi bisnis. Kewenangan dirut juga terbatas, karena terkendala oleh AD/ART Pindad, yang tidak memungkinan seorang dirut bertindak sebagai CEO.


Toh, di tengah kendala yang dihadapi, Adik mampu membawa Pindad sebagai produser alutista yang disegani di ASEAN. Angka penjualannya melonjak dari Rp 540 miliar ketika mulai duduk sebagai dirut, hingga menjadi Rp 2 triliun saat ini. Berikut petikan wawancaranya dengan Herning Banirestu.

Adik Avianto Soedarsono, Dirut Pindad

Bagaimana latar belakang Anda sebelum menjadi Dirut PT Pindad (Persero)?


Saya ini lama berkarier di BPPT, saya mendapatkan Ph.D ketika masih di sana. Lulus dari ITB Bandung saya langsung kerja di BPPT. Tahun 1988 saya ke Amerika, kuliah di sana, pulang tahun 1996 saya langsung ke Pindad. Saya masuk sebagai staf biasa waktu itu.


Saya sekolah di Amerika kan production management. Jadi istilahnya kalau di sini S2 saya Teknik Industri, S3 jadi Manajemen Industri. Waktu saya ke Pindad itu, Dirut Pindad baru berganti dari militer ke sipil, Pak Budi Santoso saat itu. Pak Budi masuk tahun 1995, sebelumnya Pak Samsu, Brigjen. Saya jadi staf Pak Budi setelah pulang dari Amerika, memang beliau pernah minta saya.

Sejarah karier saya di Pindad itu dari staf, lalu Wakadiv, Kadiv, Direktur Produksi lalu Dirut


Bagaimana perubahan yang Anda lakukan di Pindad?


Saya tidak mengalami masa saat perpindahan dari militer ke sipil, karena itu terjadi tahun 1983. Sejak diambil alih dari Belanda, selepas perang, ini memang dipegang militer hingga 1983. Pak Habibie yang mengonversikan pimpinannya oleh sipil. 


Intinya di sini lebih institusi daripada industri, itu perjuangan perubahan dari dulu hingga sekarang. Dari dulu hingga sekarang masih sama. Ini masih saya perjuangkan. Jadi, dari segi mentalitas masih seperti kelurahan. Bukan sebagai institusi pemerintahan bukan institusi bisnis.


Sebenarnya awal perubahan itu dilakukan oleh Pak Habibie, tombaknya beliau. Sebelumnya, semua karyawan adalah PNS, lalu diubah menjadi PT, namun semua karyawan masih dalam posisi PNS. Baru habis PNS-nya pada 2012. Dari 5.000 orang PNS waktu itu. 


Lalu bagaimana sebenarnya langkah perubahan yang Anda lakukan?


Waktu saya baru kembali dari Amerika lalu menjadi staf di sini, sempat saya berpikir lho ini perusahaan kok dijalankan bukan sebagai usaha. Kalau perusahaan itu optimalisasi itu penting. Everything matter to the cost of the product, jika tidak ada non value added activities itu harus dieliminasi. Itu pelajaran dari sekolah saya. Nah, itu banyak yang terjadi. Bisnis itu semua itu terukur, tapi secara administrasi juga masih kurang baik, semuanya manual. Di Amerika semua pakai internet, di sini tidak ada. Itulah gap yang saya hadapi. 


Saya ditempatkan bukan di sini (Bandung), saya ditaruh di Turen (Malang) itu pabrik yang satu lagi. Saya di situ ditugaskan melaporkan apa yang terjadi di sana ke dirut, saya melaporkan yang terjadi dari sisi teknis produksi. Tidak lama kemudian saya diangkat, jadi saya punya jabatan tidak hanya melapor saja. Saya sebelumnya hanya staf ahli atau staf khusus, tidak punya kantor waktu itu. Dengan keliling itu, saya bisa paham proses produksi Pindad. Karena latar belakang saya, saya waktu itu tidak bisa diam hanya melaporkan saja ke Dirut, tapi menyampaikan problem dan bagaimana menyelesaikannya. 


Saya waktu itu tiap hari membuat kajian ke dirut, sampai akhirnya beliau bilang sudah deh kamu coba lakukan perubahan tidak hanya melapor saja. Saya waktu itu diberi jabatan Wakil Kepala Divisi Bidang Pengembangan. Jadi nothing to do di bidang operation, only to develop the better system. Nah kurang dari dua tahun saya bisa mengatasi problem-problem pekerjaan, tanpa tambahan mesin dan tambahan orang. Dengan sumber daya yang ada saya bisa lakukaa banyak masalah produksi di sana. 


Kehendak Allah, setahun menjabat itu, Kadiv-nya meninggal. Saya lalu diangkat sebagai VP, itu orang sipil pertama yang menjabat jabatan tersebut. Saya pegang amunisi dan explosif. Saya memang banyak melakukan perubahan sejak Wakil Divisi Pengembangan itu, membawa kultur baru di sana. Saya jadi VP pengembangan itu tahun 1997. 


Setelah menjadi dirut apa saja perubahan yang Anda lakukan?


Setelah 10 tahun dari jabatan VP Pengembangan, sekitar 2007. Sebelumnya saya menjadi Direktur Operasional. Kondisi sebelumnya ya begitu-begitu saja. Pindad tidak mati, namun biasa saja. Pindad berkembang itu tahun 1983, karena Pak Habibie memimpin ini (dengan pemimpin bayangannya Pak Budi) hingga tahun 1993. Mulai tahun 1995 mulai oke, lalu turun karena krismon, kita kena embargo juga, itu bisnis Pindad jadi flat. Tahun 1998 pabrik tidak ada loading, saya sudah di pengembangan, tidak ada produksi, bahkan karyawan saya suruh membuat pagar, supaya karyawan ada aktivitas. Dalam setahun saya harus lakukan PHK dari sebelumnya 1.300 menjadi 1.000 karyawan. 


Saya waktu itu memang lakukan restrukturisasi SDM terutama dalam kultur bekerja. Saya mulai menerapkan transparansi, dulu apa yang dikatakan komandan itu semua orang bilang yes. Saya mulai menularkan bagaimana mengajak mereka memberikan masukan. Terbuka dalam segala hal. Saya waktu itu di kampong, di Turen, yang produksi amunisinya, tiap menit 250 amunisi keluar. Persoalan kita masih pada efektivitas proses produksi dengan pemasarannya. Hingga saat ini itu masih kita rasakan. Masih saja ada periode menunggu yang tidak perlu. Itu masih ada hingga saat ini. 


Pabrik kami ada enam unit, yang menjadi cashcow itu yang di Turen. Pabrik amunisi atau peluru yang menguasai 60% pendapatan Pindad. Memang empat tahun terakhir ada Anoa (kendaraan lapis baja), tapi itukan siklusnya 30 tahun lagi baru beli lagi. Beli tank kan tidak bisa tiap tahun. Beda dengan peluru yang digunakan menembak. Order TNI itu paling besar. 80% order Pindad itu dari TNI. Ekspor itu hanya sebagai knowledge saja, bahwa produk kita itu bagus, orang apresiasi pada produk Pindad, tapi bukan yang membuat hidup Pindad. Hampir tiap tahun kami ekspor. Hampir semua negara ASEAN beli di Pindad, lebih dari 10 negara menjadi tujuan ekspor produksi Pindad.


TNI saja kami masih kewalahan memenuhi permintaannya. Apalagi sejak Perpres 42 (dua tahun sebelum UU no 16 diturunkan) sejak itu saja langsung melonjak penjulanan Pindad. Ini membuat order dari pemerintah (TNI) besar. Dan ditambah lagi UU no 16 orang yang mau bermitra dengan Pindad makin besar. Kala tahun 1997 baru 7-10 tipe peluru, sekarang ada 35 lebih tipe. Setelah 20 tahun kami bisa memproduksi SS2, senjata baru Pindad. Dalam bisnis jika tidka melakukan pengembangan ya mati. 


Sekarang kami punya minning, yang untuk mendukung sektor alat berat (tank dan kendaraan lapis baja). Order saya untuk lima tahun itu sudah 300 unit. Jadi dibutuhkan banyak bahan baku. Produk Anoa itu itu dibuatnya tidak cepat. Beda dengan produksi peluru. Maka itu proses produksinya harus lancar, perjalanan bahan yang untuk membuat pelurunya tidak bisa terhambat. Urutannya sudah pasti. Tidak bisa salah satu proses itu berubah. Bagaimana mengendalikan supply chain planning dengan materialnya. Materialnya itu bisa ribuan.


Kerap planning-nya baik, terjadi barang atau bahan baku tidak bisa masuk. Atau tidak sesuai dengan yang dibutuhkan akhirnya retur. Ini membuat planning terganggu. Kita memang tidak punya customer relationship management, bagaimana vendor A, B record-nya seperti apa, sering terjadi apa. Akhirnya unrealible source sehingga supply chain-nya tidak realibel. Ini masalah SDM. Kembali lagi soal itu. 


Jadi apa yang Anda lakukan dengan kondisi seperti itu?


Marah-marah melulu tiap hari. Itu kenyataan. Kalau tidak bisa, saya kerjakan sendiri. Waktu saya Wakadiv dan Kadiv saya kerjakan sendiri. Setelah saya jadi Direktur Operasi, saya tidak bisa turun sendiri. Apa yang sudah saya benahi selama tiga tahun waktu menjadi Kadiv itu hilang, pada 2007 seperti dari nol lagi hingga hari ini. Itu kondisi terberat melakukan perubahan di SDM.

Ada enam pabrik, tiap pabrik berdiri sendiri-sendiri. Saya set up policy, masalahnya pada bagaimana para pemimpin tiap pabrik menerjemahkannya ke orang dibawahnya. Itu warna saya sebagai dirut, warnanya ya warna VP (pemimpin pabrik). Untuk mengubahnya, kalau saya cukup berani, ya saya rotasi VP-nya. Tapi itu banyak menyedot energi. Saya tidak mau menyampaikan lebih jauh, takut ada yang tersinggung.


Dengan itu saya harus kendalikan secara ketat. Akhirnya saya meluangkan banyak waktu untuk memonitor apa yang mereka lakukan, melakukan koreksi, memberikan petunjuk dan kecepatan bekerja. Jika punya lebih tenaga, saya rotasi people, tapi masalahnya itu tidak mudah. Karena produk yang dihasilkan Pindad adalah control items, memang tidak mudah VP diambil dari luar. Hanya terjadi satu-dua orang. Maka itu saya harus melatihnya dari sumber SDM di dalam. Di sini jika ada posisi lowong, ada lima orang kandidat, tiga orangnya pasti dari dalam. Meski kualitasnya tidak seperti yang dibutuhkan. 


Bagaimana dengan kondisi seperti itu Anda lakukan pembenahan?


Dalam tiga tahun terakhir saya coba melakukan pembenahan di gaji. Saya di tahun 2011 menaikan gaji 33%, agar minat lulusan terbaik itu mau ke sini. Karena kondisi gaji dulu yang kurang baik, orang terbaik enggan ke Pindad. Lulusan terbaik selalu lihat berapa gaji awal mereka. Tiga tahun terakhir saya mendapat good people, saya coba mereka untuk cepat kariernya, promosinya. Karena yang sudah direkrut dari tahun 2000-an. 


Dulu pembelian material terpusat, sekarang lima pabrik itu beli bahan sendiri. Dulu dengan kondisi di satu pos, banyak material yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan tiap pabrik. Karena tidak terlalu paham yang di pusat di bagian umum itu. Maksudnya supaya ekonomis saja, supaya satu orang saja yang urus. Saya buat satu pabrik mengadakan materialnya sendiri. Itu sudah saya lakukan perubahan sejak 1998. Enam pabrik itu baru pada 2001, tadinya hanya lima pabrik. 


Saya memang lakukan reorganisasi pada 1998. Memang Dirut saat itu juga lakukan restrukturisasi, yang semula ada direktur teknis, lalu dihapus, saya jadi Direktur Produksi. Jadi waktu itu ada dua direktur produksi, saya bagian alutsista, Pak Pentadi yang jual airbreak, refastening dan sebagainya. Hingga sekarang masih dua direktur produksi di Pindad. Jadi hingga sekarang secara organisasi tidak ada perubahan.


Secara hati kecil saya ingin masukan Litbang itu masuk ke Pengembangan. Tapi itu belum terjadi. Ini masalah organisasi lagi. Di Pindad ini padaAnggaran Dasarnya, semua pemimpin sama posisinya, masih kolagial.Itu susah menjalankannya. Direksi yang lain merasa punya hak yang sama. Jadi saya sebagai dirut tidak bisa seperti CEO pada umumnya organisasi bisnis, istilahnya tidak punya hak veto.


Kalau saya punya proposal itu harus punya banyak energi untuk menggolkan. Tidak harus disahkan oleh DPR untuk mengubah kondisi itu. Cukup dengan green light dari Pak Meneg BUMN, waktu itu pernah disampaikan Pak Dahlan, tapi diributkan oleh DPR, jadi dicabut deh. Sebenarnya secara lisan beliau setuju, tapi secara legal belum ada. 


Susah itu mau mengubahnya. Gaji mau malas mau rajin, sama saja. Tidak ada penilaian berdasarkan KPI. Masih sama kondisinya hingga sekarang. Jadi semua sama saja yang kerja keras, sama yang tidak.


Jadi dalam lima tahun pertama kepemimpinan saya bagaimana membuat perusahaan efisien produksinya, juga dalam organisasi, dalam hal cutting cost. Salah satunya penerapan SAP agar proses bisnis lebih efisien, tidak lagi dicatat manual. Tahun ini penerapan SAP dua tahun dan sudah rampung. 


Berapa karyawan Pindad sekarang?


Sekitar ada 3.000 orang, sekitar lebih dari 75% adalah lulusan SMA, karena hanya operasi mesin produksi saja. Memang agak sulit mengubah pola kerja mereka, adaptasinya. Saya tekankan ke mereka mengeleminiasi limbah dan proses bekerja. Itu yang saya lakukan. Bagaimana dengan dukungan teknologi baru agar proses produksi lebih cepat dan efisien. Juga membenahi flow kerja. Mulai dari hal-hal kecil. Tidak bisa dengan policy saja, harus didukung dengan teknologi. Itu sebenarnya sudah saya kerjakan sejak jadi VP Pengembangan sebenarnya. Banyak pembenahan dan efisiensi. Itu masih saya lakukan hingga sekarang. 


Bagaimana kondisi keuangan Pindad?


Waktu saya baru jadi Dirut utangnya masih Rp 150 miliaran. Sekarang sudah plus, profit saya sudah Rp 12 miliar (di return earning). Saking efisien, saya tidak mau punya mobil (mobil Dirut). Mobil untuk direksi lain (sambil tersenyum). Rasanya tidak enak belum positif catatan keuangannya kok minta mobil. Dulu kita pernah bayar bunga Rp 60 miliar, tahun kemarin kita bayar bunga tinggal Rp 30 miliar. Itu berkat perubahan supply chain, lebih efisien, bagaimana membeli bahan baku sekarang, bisa dijual sore harinya (misalnya).


Tentang penjualan Pindad bagaimana kan fokusnya ke TNI?


Memang mayoritas penjualan kami untuk TNI. Pencapaian peningkatan penjualan yang melonjak akhir-akhir ini, sebenarnya bukanlah pencapaian penambahan customer Pindad, pelanggan kami masih itu-itu lagi yang utama ya TNI. Hanya saja kami sudah mengenalkan banyak produk baru. Waktu saya awal jadi Dirut, Anoa sudah ada, tapi belum bisa dijual. Saya yang mulai menjual Anoa secara mass production. Juga dengan SS2, waktu saya awal jadi Dirut, sudah ada sebagai produk litbang untuk pertandingan saja, setelah jadi dirut sudah mulai dijual sebagai mass production. Begitu juga dengan pistol G2, mortir juga, serta berbagai peluru. Penjualan memang melonjak sejak 2010. Penjualan waktu awal jadi Dirut sekitar Rp 540 miliar, tahun ini penjualannya Rp 2 Triliun. 


Bagaimana Anda menyiasati hambatan?


You have to live with it. They are not good in planning, you should planning. Banyak policy saya tidak diselesaikan dengan baik. Jadi masalah SDM memang masih saya hadapi. Kesannya kita tidak bisa memenuhi kebutuhan TNI. Itulah yang dihadapi tiga tahun terakhir. Kita selalu terlambat, tidak bisa mengelola. Saya sudah memperkirakan kondisi itu, tapi saya tidak didukung tim yang bagus. Contohnya, saya suruh selesaikan project A, mereka memilih yang lain dulu. Karena lebih memilih intuisi mereka sendiri. Tidak mendengarkan saya. Itu harus diubah AD/ART Pindadnya, saya tidak ada hak veto. Di luar sayalah yang bertanggung jawab. Mereka tidak peduli kondisi tim yang tidak mendukung.


Bagaimana bisa mereka tidak terlalu mendukung masukan saya, hanya mengikuti insting mereka. Oh, disana butuhnya itu, mereka malah butuh lebih banyak yang itu, ditambahin saja produksinya, misalnya. Padahal saya dapat info dari pucuk pimpinan TNI yang dibutuhkan yang lain. Karena mereka (anak buahnya, red) lebih banyak bergaul dengan yang di bawah. Sedang suara di atas tidak seperti itu. 


Saya tidak bisa seperti CEO. Tidak ada dasar hukum saya pecat, saya hanya bisa ganti satu direktur saja dengan lobi-lobi panjang lebih dahulu dengan kondisi serpti itu. Pak Dahlan sempat umumkan di depan umum jika tidak mampu mengundurkan diri saja, tapi siapa yang mau mundur.

Saya memang menghadapi SDM yang tidak mendukung. SDM yang tidak menurut. Itulah banyak sekali policy tidak mengikuti saya. 

Analoginya, saya mau ke Jakarta, tanpa instruksi saya, mereka lewat Puncak. Mereka menggunakan intuisi sendiri, karena mereka bergaulnya di bawah. Padahal program itu tidak inline dengan kebijakan di atas (TNI). Misal, saya sedang mengembangkan tank medium dengan kaliber 105, tapi anak buah saya menyangkal, tidak pak, kaveleri mintanya yang kaliber 90, karena dia sudah beli hanya dikasih 22 unit, padahal satu batalion kebutuhannya sekian puluh. Padahal tidak begitu, tidak ada saya lihat program yang anak buah bilang itu tidak ada. 


Padahal TNI kan kebijakannya top down. Nah di atas kebijakannya kaliber besar itu. Anak buah saya itu tidak aware, di dalam dokumen itu ditulisnya kendaraan tempur, bagaimana menerjemahkan kendaraan tempur itu yang mana? 


Memang tim saya sering tidak sejalan dengan strategi saya. Itu kerap terjadi. Sebenarnya saya membuka aib saya sendiri. Penjualan itu bisa melonjak karena ada Anoa itu. Bisnis yang lain itu hampir flat, jadi tidak hebat-hebat amat. Saya sendiri belum puas. Mestinya bisa 10, baru naik 8 saat ini. 


Saya marah-marah tidak emosional tapi karena tidak puas dengan tim saya. Sekali saya beli teknologi untuk mendukung mereka. Minimum 1-2 tahun untuk bisa dijalankan dengan baik dan benar di tempatnya, itupun sempat terjadi kesalahan-kesalahan penerapan. Ada gap di VP, jika visi VP- nya tidak sama dengan saya, setiap kebijakan saya menerjemahkannya sering salah. Tapi dia tidak bisa ke saya langsung, ada direktur produksinya, mereka bicara ke direktur produksi, direktur produksinya juga tidak satu visi. Itu terjadi hingga hari ini.


Saya sedang bicara dengan mentri dan pengacara saya, sedang mengupayakan bagaimana mengubah AD/ART-nya. Saya sebenarnya mungkin lebih baik resign, tapi saya pikir ini amanah. I do my best. Ini lima tahun kedua saya di sini. Ini yang dirugikan bangsa jika terus dibiarkan. 


Beruntung beberapa produk dipercaya asing, sehingga memberi angin positif. Malaysia dan Mozambik sudah membeli Anoa Pindad. Untuk permintaan Mozambik saja bisa sampai 2 bulan sejak inquiry, mereka (timnya) menganggap buat apa melayani sana, karena dijual murah, lebih baik ke TNI saja. Mereka masih anggap TNI itu sumber yang tidak ada batasnya. Mereka tidak memikirkan mengembangkan pasar. Terninabobokan oleh masa lalu. Tidak memikirkan kompetisi.


Anoa sudah dibeli 230 unit, sedang yang diekspor yang sudah sampai conditional letter of intent sekitar 32 unit, dengan option10 unit, untuk 16 unit ke Mozambik. Sekarang sepi lagi. Problemnya pada mental people di sini. AD/ART hanya sebagian kecil masalah, untuk mendukung kerja dan power saya atau CEO saja. Saya yakin 20% bisa lebih tinggi dari sekarang kalau itu terwujud. 


Akhirnya saya selalu membuat banyak sesuatu langkah dan policy yang langsung ditetapkan. Tidak bisa ini mau berapa? Tidak bisa membuat cek kosong. Kondisi sering mengkambinghitamkan itu sering terjadi. Menyalahkan kondisi. Ini memang kondisi karena kualitas SDM yang bukan terbaik. Karena memang dahulunya gaji di sini rendah.


Butuh waktu untuk dapat orang-orang terbaik. Mereka saat ini masih di bawah, sedang saya kader. Bahkan kasub saja belum sampai. Di sini harus sekian tahun baru bisa jadi VP. Sulit untuk lompat-lompat jabatan naik cepat di sini. Saya pertama jadi direktur usia 38 tahun. Tapi yang lainnya baru jadi direktur rata-rata usia di atas 40 tahun. Direktur keuangan saat ini usianya 35 tahun tapi bukan dari Pindad tapi dari PPA.


Bagaimana perkembangan bisnis PINDAD dewasa ini?


Bisnis PINDAD, Alhamdulillah, kita maju terus. Setiap tahun ada kenaikan sekitar 30 persen dalam hal penjualan, khususnya alutsista. Tujuan kita memang memenuhi kebutuhan Tentara Nasional Indonesia. Kita fokus untuk memenuhi tuntutan Minimum Essenstial Force (MEF atau kekuatan pokok minimum-red). Kalau dulu belinya sepuluh, sekarang tiga puluh, dalam volume besar. Pabrik kita awalnya tidak siap. Jadi mengantisipasi itu saja sudah berat bagi kami. Tapi, Alhamdulillah, itu bisa kita atasi. Malah akhir tahun ini kita memutuskan untuk mengembangkan pabrik dengan menambah dua lini produksi. Sekarang sudah ada sepuluh lini, jadi kalau ini beroperasi pada 2012, PINDAD punya 12 lini. Itu untuk produk yang sudah eksis.


Dari produk baru, kita berusaha mengadakan kerjasama dengan pemilik teknologi luar negeri seperti Italia atau Belgia. Sehingga dari yang tadinya kita tidak bisa produksi, kita mulai kembangkan. Senapan mesin, misalnya. Dulu kita belum pernah produksi itu, sekarang mulai.


Bicara sejarah, dari zaman Belanda PINDAD itu idustri alutsista. Sejak kemerdekaan diambil alih oleh Angkatan Darat. Lalu pada 1983 di-PT-kan. Jadi kalau dulu instansi militer, sekarang menjadi institusi bisnis. Kita memproduksi untuk kepentingan Angkatan Darat, yaitu infanteri, mulai dari bayonet, pisau, mortir, senapan serbu, snipper, amunisi. Itu buatan kami.


Hanya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri?


Ya, kalau sudah punya barang unggul, orang akan melirik, menawar ke kita, kalau harga cocok kita jual. Tapi orientasi kita bukan untuk ekspor. Orientasi kita, apa yang dibutuhkan TNI, kita penuhi. Ini supaya kita bebas embargo. Jadi kalau kita pernah diembargo sepuluh tahun, kita mau beli alutsista gak bisa, ya gak masalah. Kita bikin sendiri. Tapi, ternyata senjata kita sering dianggap terbaik, ya kita jual kalau memang ada yang mau dan harganya pas.


Senjata ke luar negeri, Timor Leste. Tapi sedikit. Timor Leste kan tentaranya sedikit. Produk lain yang banyak ke luar negeri itu amunisi. Di ASEAN ada beberapa negara, di luar itu baru negara-negara di Afrika. Namanya tidak bisa disebutkan karena rahasia dan tercantum dalam perjanjian.


Ada promosi khusus ke luar negeri?


Memang kita marketing untuk ekspornya masih kurang karena sibuk untuk memenuhi permintaan TNI sendiri yang begitu banyak. Promosi kurang dilakukan. Kita enggak masuk di media. Sudah begitu banyak media terkaget-kaget waktu kita di TV, ada masalah ini, masalah itu, ternyata kita mampu bikin itu.


Irak sempat menyatakan tertarik. Bagaimana perkembangannya?


Mereka sudah datang ke kita, melihat-lihat. Hanya kalau orang mau beli lihat dulu barangnya, Memastkan harganya berapa, dites, dipelajari. Panjang prosedurnya karena ini masalah keamanan jiwa, tidak mungkin dalam waktu dekat. Tapi mereka memang prefer ke kita karena kesamaan latar belakang penduduk muslim. Kalau di negara Islam, yang maju industrinya itu kan kita.


Ada peran pemerintah untuk promosi?


Mendukung. Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin itu sejak lama saya sama-sama dengan beliau ke Filipina, Brunei, Kamboja. Beliau setiap kali ada pertemuan militer, selalu bawa kerjasama industri. Jadi bukan hanya kerjasama militer, tapi juga kerjasama industri militer. Jadi beliau seperti membuka jalan, selebihnya ya kami yang handle. Tapi beliau memang support.


Apa kendala selama ini berbisnis dengan tentara?


Sebetulnya, lebih dasarnya itu birokrasi. Kami sudah 30 tahun berbisnis dengan TNI, tapi tidak ada bedanya dengan mereka yang baru kemarin sore berbisnis dengan TNI. Nah, akibatnya proses administrasinya panjang dan makan biaya, memberatkan. Kedua, TNI itu buruk dalam planning. Jadi dia enggak bisa bilang, ‘saya besok perlu sepeda motor’. Dia enggak. Tiba-tiba mobilnya rusak, ‘wah, ternyata saya juga butuh sepeda motor, karena kalau mobil rusak saya enggak ada kendaraan lain’. Seperti itu. Padahal, pembuatannya tidak sebentar, bisa dua tahun. Komponen izinnya bisa delapan bulan.


Kemudian, seluruh komponen itu, walaupun semua orang bisa beli, tapi kalau yang beli PT Pindad, dianggap untuk membunuh, sehingga harus ada izin dari pemerintahnya. Misalnya Anda beli mata bor bisa bebas. Tapi Pindad, tunggu dulu, boleh enggak jual mata bor ke sana.


Tapi itu sudah kami laporkan ke Dirjen, ke Wamenhan. Dan Pekan lalu juga sudah saya laporkan lagi ke Sofyan Djalil, yang ditugaskan Presiden membenahi industri-industri strategis. Saya katakan ke beliau, untuk membenahi Pindad tidak perlu pakai uang, dengan kebijakan sudah cukup.


Selain soal panjangnya birokrasi?


Planning dari user. Mereka (TNI) kalau mau beli apa, menentukannya lama. Akhirnya kita sering tidak bisa mengatasi karena dia mendadak, dan akhirnya mereka membeli sesuatu yang siap di pasaran. Kalau kita diberikan perencanaan, kita bisa dengan baik membuat persiapan. Contohnya AMX (kendaraan tempur jenis tank-red). AMX itu kita belum siap. Tiba-tiba kita diberikan pekerjaan, akhirnya ya kita terlambat. Lalu yang muncul image seolah-olah Pindad tidak mampu.




Undang-undang Industri Pertahanan sudah disahkan. Apa sisi positifnya bagi Pindad, utamanya soal keberpihakan terhadap industri pertahanan dalam negeri?


Kalau kita sudah mampu produksi, mereka harus ambil di kita, by law. Itu sudah kita perjuangkan lama, akhirnya dibantu dengan Peraturan Presiden Nomor 42/2010.Dari situ kita sudah rasakan keberpihakannya meskipun masih ada satu dua yang lolos yang tidak sesuai dengan Perpres tersebut. Hal itu kemudian tercium oleh DPR, dan dari Kemenhan sendiri sudah berusaha meningkatkan Perpres itu menjadi undang-undang. Lalu DPR mengambil alih menjadikannya undang-undang.


Jadi nafasnya memang sudah cukup lama. Intinya adalah keberpihakan kepada dalam negeri. Karena dulu kita sering dianaktirikan. Misalnya, dalam urusan kontrak, luar negeri dan dalam negeri itu berbeda. Urusan kita beli barang impor dan lokal, urusannya lebih panjang yang lokal. Memang secara kebijakan itu tidak kelihatan, tapi dari sisi perusahaan, cost of money-nya jadi lebih tinggi. Kalau di luar negeri LC-nya dibuka dulu. Kalau kita, delivery panser 60 biji belum terima se-sen pun dari TNI. Tapi saya kerjakan saja.


Itu yang selalu kami laporkan ke Kementerian BUMN. Kami itu bukan sekedar perusahan tapi penugasan. Jadi TNI mau apa, kita buatkan. Tidak terlalu memikirkan untung dan ruginya. Sekarang dengan adanya UU INHAN itu setiap kali ada pengadaan, harus dilihat dulu pertama kali di dalam negerinya.


Kalaupun dalam negeri tidak mampu, pengadaan itu harus ada dampak pada teknologi dan perekonomian nasional, ada imbal beli. Itu ada dua macam pertama harus langsung berupa alutsista lagi, atau tidak langsung bisa berupa kelapa sawit atau non-alutsista lain.


Kapasitas produksi PINDAD baik itu amunisi, senjata, maupun kendaraan tempur itu berapa?


Secara rupiah itu bervarisasi, kalau beli yang mahal-mahal mungkin secara pendapatan saya bisa tinggi juga. Tapi kan sekarang itu yang dibeli dimulai dari dua ribu rupiah sampai yang mahal delapan miliar. Jadi tinggal komposisi mana yang dibeli yang paling banyak. Yang jelas tahun 2012 kita terima Rp 1,3 triliun. Tapi tahun 2013 saya harap kita bisa terima Rp 1,7 – 2 triliun.


Teknologi Pindad yang paling canggih dan bisa dibanggakan?


Hari ini adalah senjata SS-2 (Senapan Serbu-2) itu canggih. Dari 2006 kita menang terus, secara teknologi itu sudah diakui di ASEAN dan Australia, karena tiap lomba itu menang terus. Negara lain itu pakai buatan AS, Prancis dan negara Barat yang lain. Hanya kita yang memakai produk lokal. Tetapi secara produk yang kelihatan itu yang Panser Anoa, itu diakui setirnya enak, dalamnya empuk, dan sudah banyak yang melirik.


Target jangka pendek dan panjang Pindad apa?


Target jangka pendek kami menyelesaikan kebutuhan TNI yang kami sudah mampu. Itu pun sekarang kami kelabakan. Ke depan kita meningkatkan yang saat ini sudah dipakai oleh TNI. Tapi belum kita supply. Contoh meriam, kan pelurunya masih kita impor. Itu coba kita supply. Lalu kita juga mengembangkan medium tank sendiri untuk yang belum ada, baik di dunia maupun di TNI. Jadi tahapnya satu yang sudah kita supply dan dipakai itu kita bikin tuntas, lancar, efektif dan efisien, setelah itu yang dipakai TNI tapi belum kita supply, tapi kita sudah sedikit banyak mampu. Ketiga baru kita mengarah kepada pengembangan produk baru.


Ada senjata Produk Pindad dalam beberapa kasus digunakan tidak semestinya dan illegal, komentar Anda?


Dari dalam kami terus meningkatkan pengawasan. Memang akhirnya kita bisa menangkap basah. Polisi menangkap, didalami dan berujung kepada supplier-nya orang PINDAD. Itu sudah diamankan. Selanjutnya preventifnya kita kerjasama dengan intel Kodam III/ Siliwangi dalam bentuk MoU soal langkah- langkah yang harus kita ambil. Di samping itu juga prosedur kami tingkatkan. Dulu tamu boleh masuk, sekarang jadi tidak boleh masuk ke daerah penembakkan yang sekarang sudah tertutup.

Sekarang kami membangun lapangan tembak untuk uji senjata itu di luar pabrik, sehingga penguji senjata tidak usah lagi masuk pabrik. Kami juga pasang kamera, ada metal detector, orang masuk tidak boleh bawa tas dan jaket, yang pasti yang paling drastis itu pegawainya melalui uji kesetiaan oleh Kodam. Jadi, kalau dia tidak cocok dan punya track record buruk, langsung dimutasi ke bagian lain. 








Sumber : SWA
»»  READMORE...