News in Picture

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Saturday, May 10, 2014

Airbus invites partners to test mission payloads with Zephyr 8 ‘Pseudo-Satellite’


Airbus Defence and Space has launched a High Altitude Pseudo Satellite (HAPS) program developing a commercial variant of the world record setting Zephyr 7 high altitude long endurance (HALE) solar-powered unmanned aerial vehicle. Zephyr 8 will develop the next generation platform, designed to operate at very high altitude, as a pseudo-satellite.
Airbus’ subsidiary Astrium has been working on HAPS since 2008 in cooperation with the group’s defence subsidiary Cassidian and Innovation Works. For several years the program was managed as a cross-divisional nursery project, integrated a team of space and aviation specialists. In 2013 Astrium, now part of Airbus Defence and Space acquired the Zephyr assets from QinetiQ, integrating the Zephyr staff into Airbus’ HAPS organization.
Astrium is now set to develop a High Altitude Pseudo-Satellite offering that will provide a valuable augmentation to its existing space based services for communications and remote sensing
Running exclusively on solar power and flying at high altitudes above the weather and above commercial air traffic, Zephyr 8 will bridge the gap between satellites and UAVs. Unlike reconnaissance satellites that monitor the earth surface from low-earth orbit, these HAPS will be able to persist over an area of interest providing satellite-like communications and intelligence, surveillance and reconnaissance (ISR) services without interruption. Through these evaluations Airbus’ Zephyr team is ready to help customers design, build and operate the mission payloads, or provide the necessary interface to integrate those payloads in upcoming test flights.
In 2010 the Zephyr 7 successfully achieved several world records, including the longest flight duration without refuelling (14 days), that was ten times longer than any other aircraft achieved before. It also flew at very high altitude, as high as 70,740 ft. The Zephyr 7 went through final testing in 2013, clearing the way for the next generation Zephyr 8.
According to Jens Federhen, Airbus HAPS program manager the team is now focused on the follow-on Zephyr 8, that will be able to carry and test various mission payloads. “We are ready and looking forward to demonstrating its unique capabilities to customers, in flight” Federhen said.
“Zephyr 7 was years ahead of any other HAPS system.” Zephyr Technical Director Chris Kelleher said, “We spent the last year analysing and designing exactly what we need to improve it”. Kelleher said Airbus has received permissions to fly Zephyr in test ranges in Australia, the USA and Europe.
Five months after the acquisition of Zephyr from QinetiQ, Zephyr 7 flown by Astrium (Airbus Defence and Space) at the Polygon Test Yuma, Arizona (USA) in August 2013. The company is working now on an enhanced Zephyr 8, that will be able to carry various mission payloads. Testing approvals for Zephyr 8 were received from test ranges in the USA, Australia and Europe. Photo: AIrbus Defence and Space
Five months after the acquisition of Zephyr from QinetiQ, Zephyr 7 flown by Astrium (Airbus Defence and Space) at the Polygon Test Yuma, Arizona (USA) in August 2013. The company is working now on an enhanced Zephyr 8, that will be able to carry various mission payloads. Testing approvals for Zephyr 8 were received from test ranges in the USA, Australia and Europe. Photo: Airbus Defence and Space
»»  READMORE...

Elbrus-4S, Mikroprosesor Canggih Rusia Siap Diproduksi


Elbrus-4S, Mikroprosesor Canggih Rusia Siap Diproduksi
Mikroprosesor ini diproduksi menggunakan teknologi manufaktur 65 nanometer dan memiliki kapasitas 50 GigaFLOPS. Foto: flickr.com/rcmaclean.
Seperti yang diungkapkan dalam situs resmi MCST, Elbrus-4S adalah mikroprosesor dengan kinerja tercepat yang pernah dihasilkan Rusia. Elbrus-4S terdiri dari empat inti prosesor dalam satu keping, yang mampu bekerja dengan kecepatan 800 MHz. Mikroprosesor ini diproduksi menggunakan teknologi manufaktur 65 nanometer dan memiliki kapasitas 50 GigaFLOPS (kecepatan prosesor 50 miliar operasi floating point per detik). Hal itu membuat kemampuan Elbrus-4S setara dengan prosesor muktahir lainnya, seperti Intel i3 dan i5.  

Prosesor ini memenuhi kriteria pengoperasian khusus seperti suhu kerja yang tinggi dan bisa dipakai dalam jangka waktu panjang. Selain itu, prosesor-prosesor tersebut dapat digunakan untuk perhitungan eksak dan jenis pekerjaan lain yang membutuhkan perlindungan dari pembajakan. MCST mengaku, orang awam sekalipun tertarik dengan Elbrus-4S.Elbrus-4S merupakan pengembangan dari prosesor Elbrus-2C+, yang diciptakan pada 2011 lalu. Sama seperti generasi sebelumnya, Elbrus-4S diciptakan bagi kepentingan militer Rusia yang tidak boleh menggunakan komponen elektronik asing, untuk mencegah resiko “penyadapan”.
MCST telah mengembangkan sistem operasi sendiri, yakni Elbrus, yang dibuat berdasarkan sistem LINUX. Namun Elbrus-4S pun dapat digunakan dalam sistem operasi Windows versi baru karena terdapat perangkat pendukung untuk terjemahan biner kode 64-bit Intel/AMD.
Perusahaan INEUM di Rusia turut berpartisipasi dalam pengembangan server dan program-program untuk prosesor Elbrus-4S.

Wakil Perdana Menteri Rusia, Dmitry Rogozin, mengatakan bahwa penyempurnaan komponen dasar elektronik tersebut merupakan pemenuhan permintaan pertahanan negara, agar sanksi dari pihak Barat tidak menganggu persenjataan militer RusiaElbrus-4S diperkenalkan pada publik untuk pertama kali pada Maret 2014 dalam pameran Novaya Elektronika 2014. Sementara ini, belum diketahui mikroprosesor baru tersebut akan mulai diproduksi.
RBTH
.
»»  READMORE...

Peningkatan Prestasi Terbang UAV Wulung


Program pengujian prestasi terbang sistem PUNA Wulung hasil kerjasama Balitbang KEMHAN dan BPPT telah dilaksanakan oleh Tim PUNA PTIPK – TIRBR pada tanggal 22 – 02 Mei 2014 di bandara Nusa Wiru, Cijulang, Pangandaran, Jawa Barat. 

Pengujian terbang ini ditujukan untuk mengetahui peningkatan prestasi terbang sistem PUNA Wulung PA 08, PA 09 dan PA 10 yang merupakan prototip hasil penyempurnaan desain PUNA karya BPPT terbaru. Ke tiga prototip PUNA Wulung tersebut dipersiapkan untuk program misi pemantauan (surveilance & recoqnition) keperluan militer TNI dalam operasi patroli perbatasan dengan durasi terbang dapat mencapai 6 jam dengan jarak jangkauan sekitar 120 Km dari home base. Kriteria spesifikasi teknis ini merupakan angka yang disepakati sebagai performance PUNA Wulung untuk diproduksi.
 

Untuk meningkatkan kemampuan durasi terbang sistem PUNA Wulung dari 4 jam ke 6 jam, pada prototip Wulung PA 08, PA 09 dan PA 10 dilakukan peningkatan kapasitas tangki bahan bakar dari sebelumnya 35 liter menjadi 55 liter. Konsekwensi dari penambahan berat tambahan bahan bakar ini membuat konstruksi pesawat PUNA Wulung harus lebih ringan dari versi sebelumnya agar berat maksimum saat takeoff tidak berubah (MTOW 120kg) disamping kekuatan struktur ditingkatkan dari 3,5G ke 7,6G untuk mengantisipasi penggunaan pada misi modifikasi cuaca yang membutuhkan kekuatan struktur yang extra karena operasi penerbangan pada kondisi extrem.

Tantangan membuat konstruksi pesawat yang lebih ringan dengan kekuatan struktur lebih kuat membuat tim harus bekerja keras melakukan rekayasa proses manufaktur agar dicapai pengurangan berat yang akan digantikan oleh penambahan bahan bakar.

Pada uji terbang kali ini PTIPK mulai menggunakan kendaraan Ground Control Station (GCS) milik BPPT yang terbaru dilengkapi telescopic antena system.  Hal ini memungkinkan sistim kendali PUNA serta transmisi data dari PUNA ke GCS dapat dilakukan secara lebih cepat dan praktis dan diharapkan pergerakan dan darihome base dengan baik. Dari kegiatan uji terbang ini hasil prestasi terbang sistem PUNA Wulung terpantau dan hasil pengiriman dokumentasi data terbang PUNA tercatat pada GCS

Sebagai hasil dari uji terbang tanggal 1 Mei 2014, PUNA Wulung PA 09 tercatat telah mencapai terbang sejauh 150 Km pada ketinggian terbang 6000 ft kearah baringan selatan 125 deg dengan menggunakan sistem komunikasi kombinasi line offset dan sistem satelit iridium.

Dalam acara kegiatan pengujian sistem PUNA Wulung PA 08, PA 09 dan PA 10  - BPPT di Pelabuhan Udara Nusa Wiru, Jawa Barat tersebut turut serta menyaksikan a.l Deputi Ka. BPPT Bidang TIRBR selaku penanggung jawab program, Direktur Pustekinhan TIRBR BPPT, Kepala Pusiptekhan Balitbanghan KEMHAN, perwakilan dari PT Dirgantara Indonesia, perwakilan TNI AU lanud Parigi, perwakilan mitra kerja. Kedepan masih perlu dilakukan beberapa kali uji terbang untuk meningkatkan kehandalan (reliability) dari sistem PUNA Wulung yang mencakup uji jangkauan jauh (Long range), ketinggian maksimum terbang (high altitude) serta untuk melengkapi uji kemampuan terbang PUNA PA 08, PA 09 dan PA 10.




Sumber : BPPT
»»  READMORE...

Kelas Kirov, Kapal Perang Besar dan Menakutkan dari Rusia

Amerika Serikat mendominasi laut ketika mereka memiliki kapal induk besar bertenaga nuklir dan kapal serbu amfibi, namun untuk urusan kapal perang permukaan yang terbesar dan paling bersenjata berat yang dioperasikan saat ini, maka milik Rusia-lah yang terbesar, dialah kapal perang Kelas Kirov "Battle Cruiser".

Kirov
Kirov. Gambar via Defence.pk
Kelas Kirov Rusia dijuluki oleh Barat sebagai "Battle Cruiser" karena ukurannya yang besar dan persenjataan berat yang diusungnya. Kirov bukanlah kapal baru, melainkan kapal perang peninggalan era Perang Dingin yang sangat menakutkan, yang menjadi salah satu alasan utama bagi pemerintah Amerika Serikat kala itu (masa Reagan) untuk meng-upgrade dan mengoperasikan kembali kapal perang Kelas Iowa.

Saat ini Rusia hanya mengoperasikan satu dari empat "monster" 252 meter ini, yaitu "Pyotr Velikiy" atau "Peter The Great," yang menjadi kapal unggulan Armada Utara Rusia. Kapal ketiga dari kelas Kirov, "Admiral Nakhimov," sedang dimodernisasi dan baru akan kembali beroperasi pada akhir dekade ini, dan kapal kedua "Admiral Lazarev," segera akan di-upgrade dan baru akan diluncurkan pada awal 2020 nanti. Sedangkan upgrade untuk kapal pertama, "Admiral Ushakov" yang sebelumnya bernama Kirov, masih dalam tahap perencanaan.

Kirov mulai dioperasikan pada tahun 1980, adik-adiknya kemudian lahir setiap 4 tahun, kecuali Kelas Kirov yang terakhir yaitu Peter The Great, baru ditugaskan pada tahun 1998 akibat terkendala krisis keuangan menjelang runtuhnya Uni Soviet.

Saat siap tempur atau bermuatan penuh, kapal ini berbobot benaman 28.000 ton, tiga kali lebih berat dari kapal Kelas Ticonderoga Amerika Serikat namun masih lebih kecil dari Kelas Iowa yang sudah non aktif. Kirov mengandalkan dua reaktor nuklir dan dua turbin uap yang total menghasilkan daya 140.000 hp. Kombinasi 2 jenis propulsi ini memungkinkan Kirov berlayar dengan kecepatan lebih dari 30 knot untuk sekitar 1.600 km. Sedangkan ketika berlayar hanya dengan menggunakan tenaga nuklir, tanpa dorongan turbin, kapal ini bisa mempertahankan kecepatan 20 knot secara kontinyu.

Peter The Great
Peter The Great. Gambar via jalopnik.com
Peter The Great
Peter The Great. Gambar via infonet.vn
Peter The Great
Peter The Great sandar di pangkalan saat latihan tempur Armada Pasifik Rusia tahun 2010. Gambar: RIA Novosti/Vitaliy Ankov
Lebih dari 700 pelaut yang mengoperasikan kapal besar ini, yaitu sekitar dua kali lebih banyak dari Kelas Ticonderoga Amerika Serikat. Banyaknya pelaut yang diangkut menjadi masuk akal ketika kita mengetahui berapa banyak sistem dan senjata pada Kirov. Kirov lengkap dengan senjata, roket, sistem peluncur rudal vertikal dengan ratusan rudal.
Kirov dibangun oleh Uni Soviet untuk mengatasi kapal-kapal induk Amerika Serikat yang besar, selain tentunya untuk memodernisasi angkatan lautnya sendiri. Serangan ofensif utama dari kapal ini berasal dari 20 buah rudal jarak jauh anti kapal SS-N-19 "Shipwreck". Rudal yang berbobot 7,5 ton dan panjang 10 meter ini ibarat robot kamikaze, yang diluncurkan secara salvo setidaknya empat rudal dan secara tim akan menyerang target yang berjarak 500 km jauhnya secara mandiri dengan kecepatan supersonik. Setelah diluncurkan, salah satu rudal akan terbang lebih tinggi sebagai komando bagi 3 rudal lainnya yang terbang di ketinggian rendah. Jika rudal pemimpin ini hancur (misal karena sistem pertahanan rudal), maka rudal lain akan naik menggantikan posisinya. Dan terus berlanjut hingga semua rudal tersebut hancur atau mengenai target.

Untuk penargetan awal, rudal SS-N-19 menggunakan active radar homing atau home on jamsebagai terminal guidance dan dapat menggunakan data sensor pihak ketiga (kapal patroli maritim, helikopter kapal, dan satelit). Diduga, rudal-rudal ini juga menerima update di tengah perjalanannya dengan cara yang sama dan selanjutnya "gerombolan" rudal ini mengandalkan sistem navigasi inersia dan data link sendiri untuk menemukan jalan ke target. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran terbesar kelompok kapal induk AS selama Perang Dingin.
Untuk pertahanan udara, Kirov menggunakan sistem rudal permukaan ke udara jarak jauh S-300F dan S-300FM versi baru. Rudal ini terbang mendekati kecepatan hipersonik dan dapat menjangkau sekitar 161 km dari titik peluncurannya. Versi yang lebih baru, S-300FM, disebut sangat efektif mengatasi rudal balistik jarak pendek. Mereka bahkan bisa menembak jauh ke horizon dan secara mandiri memindai targetnya layaknya rudal jelajah yang terbang rendah. Peter The Great membawa 96 rudal permukaan ke udara ini, yang biasanya terbagi dua yaitu 48 S-300F dan 48 S-300FM.
Persenjataan Kirov
Persenjataan Kirov. Gambar: Internet
Untuk ancaman udara yang lebih dekat, Peter The Great dilengkapi sepasang menara pertahanan rudal OSA-MA, masing-masing 20 putaran. Rudal yang dipandu radar ini bisa ditembakkan dengan cepat dan dapat mengintersep beberapa target di jarak sekitar 13 km, bahkan meskipun target bergerak dengan kecepatan tinggi. Selain itu, menara OSA-MA juga dilengkapi dengan sistem peluncur rudal vertikal yang setidaknya bisa menembakkan 128 putaran rudal permukaan ke udara jarak pendek SA-N-9 "Gauntlet". Sistem rudal ini merupakan versi maritim dari sistem pertahanan rudal TOR yang sudah diekspor Rusia ke berbagai negara di dunia. Rudal ini dapat ditembakkan dengan cepat dan menghancurkan target pada jarak 10 km.

Pertahanan udara terakhirnya adalah enam close-in weapon system (CIWS) "Kashtan" yang dilengkapi sepasang radar dan elektro-optik dengan rate of fire tinggi dari amunisi 30 mm dan delapan rudal jarak pendek 9m311. Di bawah CIWS Kashtan, masih ada lebih dari 192 rudal 9m311 dan ribuan amunisi 30 mm yang dapat direload dengan cepat.

Kirov juga dilengkapi dengan AK-130 dual-gun yang menghadap ke landasan helikopter. Meriam 130 mm dua laras ini memiliki akurasi efektif kurang lebih 16 km. AK-130 akan dipandu dengan radar, optik atau dukungan elektronik lainnya dan juga dapat difungsikan untuk peran anti-pesawat. Menaranya sendiri dikendalikan secara remot atau jarak jauh.

Selain senjata anti permukaan dan anti udara, Kelas Kirov juga dilengkapi dengan kemampuan anti-kapal selam yang mematikan. Dek helikopter di buritan Kirov mengoperasikan helikopter anti kapal selam Ka-25/27. Kirov sebenarnya bisa mengakomodasi lima helikopter meskipun seringkali hanya 3 helikopter yang dibawa. Helikopter ini dipersenjatai dengan torpedo dengan data penargetan kapal selam yang akurat. Kirov juga membawa 10 tabung yang mampu meluncurkan roket torpedo SS-N-16 "Stallion". Pada dasarnya ini adalah roket yang mampu terbang sejauh 80 km, tapi kemudian menjatuhkan torpedo tepat di atas kapal selam musuh. Yang terakhir, ada tiga peluncur roket anti kapal selam (RBU-1000 dan RBU-1200) yang masing-masing mengemas empat dan lima lusin roket jarak pendek anti kapal selam.

Sistem artileri Kirov

Agar seluruh senjata ini efektif, serta untuk bertindak sebagai pusat komando dan kontrol bagi armada kapal perang Rusia lainnya, Kirov dilengkapi dengan radar pelacakan dan pencarian serta sistem penanggulangan elektronik dengan puluhan antena komunikasi. Meskipun konstelasi radar array saat ini sudah ditemukan pada sistem radar SPY-1 seperti pada sistem tempur AEGIS milik kapal jelajah dan perusak Amerika Serikat, namun analis menilai sistem ini masih lebih kuat ditambah lagi dengan upgrade baru-baru ini. Diasumsikan, Kelas Kirov dengan konfigurasi modern (upgrade) bisa "melihat" target besar pada jarak lebih dari 483 km yang terbang di altitude, sedangkan untuk target seukuran jet tempur yang terbang rendah bisa dideteksi pada jarak sekitar 80 km. Selain itu, fakta bahwa Kirov membawa S-300FM menjadikannya sebagai satu-satunya kapal di Angkatan Laut Rusia yang memiliki pertahanan anti rudal balistik.

Raksasa Kirov, terlepas dari sebenarnya ini adalah kapal perang tempo dulu, kapal ini masih merupakan kekuatan tangguh yang menakutkan yang harus diperhitungkan setiap Angkatan Laut di dunia. Setelah kakak-kakak Peter The Great selesai di-upgrade, akan menarik untuk melihat persenjataan baru apa yang diusungnya. Mengingat suramnya hubungan Obama dan Putin akhir-akhir ini, Angkatan Laut AS yang sedang menuju ke penyusutan harus mewaspadai kebangkitan Angkatan Laut Rusia, salah satunya hadirnya kembali Kirov modern.
(Jalopnik, Wiki, Naval Technology)

»»  READMORE...

LAPAN GANDENG 7 UNIVERSITAS KEMBANGKAN TEKNOLOGI SATELIT DAN ROKET

Kerjasama dengan 7 universitas ini, adalah dalam pengembangan 4 bidang, yakni: sains antariksa dan atmosfer, pemanfaatan keantariksaan, teknologi kedirgantaraan, dan kajian kebijakan kedirgantaraanhttp://images.detik.com/content/2014/04/03/1034/pelni1.jpgSatelit Lapan A2 yang akan diluncurkan (Foto: Lapan)

Lapan menggandeng 7 universitas untuk mengembangkan riset tentang satelit dan roket, demi mewujudkan mimpi teknologi satelit dan roket yang tidak perlu lagi bergantung pada negara lain.

“Satelit umurnya tidak lama, hanya 5-10 tahun. Maka kita tidak boleh tergantung dengan negara lain. Industri satelit adalah industri yang terus menerus, dan perlu dikembangkan terus. Saya yakin kita bisa membangun sendiri,” tutur Kepala Lapan Thomas Djamaluddin, saat penandatanganan kerjasama riset dengan 7 universitas di Kantor Lapan, Jakarta.

“Saat ini kita masih merancang pesawat N219, direncanakan 60 persen merupakan komponen lokal. Dan harapannya semoga bisa terwujud,” imbuh profesor riset astronomi-astrofisika ini.

UU keantariksaan yang disahkan 6 Agustus 2013 menjadi kerangka pengembangan keantariksaan yang kuat. Dalam 25 tahun ke depan ditargetkan Indonesia memiliki satelit penginderaan jauh sendiri, satelit komunikasi yang diluncurkan dengan roket sendiri dan dari bandar antariksa sendiri. Ada beberapa tempat yang telah disurvei untuk menjadi tempat bandar antariksa sendiri. Seperti di Biak dan Morotai.

Untuk teknologi satelit, Lapan sudah menyiapkan 2 satelit, yakni Lapan A2 dan Lapan A3. Kedua satelit itu akan diluncurkan dari Pusat Stasiun Luar Angkasa Sriharikota, India di tahun 2015. Komponen kedua satelit yang dibuat di Indonesia oleh orang Indonesia ini, separuhnya masih impor.

“Sebagian dari dalam negeri, dan sebagian impor, perbandingan 50:50. Industri kita masih beluim mampu membuat komponen satelit, yang tahan dengan kondisi ekstrem,” tuturnya.

Kerjasama dengan 7 universitas ini, adalah dalam pengembangan 4 bidang, yakni: sains antariksa dan atmosfer, pemanfaatan keantariksaan, teknologi kedirgantaraan, dan kajian kebijakan kedirgantaraan.

Dalam membangun 4 kompetensi tersebut, Lapan dan 7 universitas itu menjadi center of excellence, dengan 4 aspek besar yakni Pengembangan kompetensi, pengembangan layanan publik, memperkuat kerjasama nasional-internasional serta pengembangan SDM.

Anggaran riset berasal dari swadaya universitas dan Lapan. Lapan sendiri memiliki anggaran Rp 800 miliar, yang diperuntukkan operasional Rp 500 miliar dan sisanya untuk riset pembuatan pesawat N219 yang bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI).

Kerja sama riset ini nantinya hanya akan menciptakan dan mengembangkan prototipe teknologi. Kemudian untuk produksi prototipe itu, barulah bekerja sama dengan pihak industri.

“Seperti contoh untuk bahan bakar roket, ketika digunakan dalam jumlah banyak, karena Kementerian Pertahanan perlu roket untuk pertahanan, tentu Lapan tidak bisa menanganinya sendiri. Maka, kerjasama Lapan dengan PT Bahana untuk pengembangan pembuatan roket tersebut. Di mana kita akan membuat prototipe dan nantinya industri yang akan mengembangkan,” tuturnya.

Selain Kepala Lapan, 7 perwakilan universitas yang meneken kerjasama itu: Rektor Telkom University Mochamad Azhari, Rektor Surya University Yohanes Surya, Direktur PENS Zainal Arief, Wakil Rektor Unpad Med Setiawan, Dekan Fakultas Tekni Universitas Nusa Cendana ML Gaol, Dekan Fakultas Sains dan Matematika Undip Muhammad Nur dan Kepala Bidang Hubungan Internasional UGM Rahmat Sriwijaya.
»»  READMORE...

Kh-29TE: Rudal Udara ke Permukaan Berpemandu TV Andalan Sukhoi TNI AU




kh-29te-kedge-1s
Jakarta, MiliterNews – Setelah hampir sepuluh tahun dalam penantian, akhirnya mulai tahun 2012 lalu armada Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker TNI AU mulai mendapat asupan alutsista yang bergigi, setelah sebelumnya hanya beroperasi mengandalkan kanon internal dan bom konvensional buatan lokal. Ibarat tanpa basa basi, Sukhoi Skadron 11 yang bermarkas di Lanud Hasanuddin, Makassar – Sulawesi Selatan, kini sudah dibekali senjata pamungkas yang punya efek deteren sangat tinggi.
Diantara senjata Sukhoi yang sudah terungkap ke khalayak adalah elemen rudal udara ke permukaan (ASM/air to surface missile) Kh-31P dan Kh-29TE. Kh-31P (AS-17 Kyrpton – kode NATO), rudal ini masuk dalam golongan mediun range air to surface missile. Kh-31P dirancang untuk melumpuhkan sistem pertahanan musuh. Untuk itu rudal di desain memiliki kecepatan sangat tinggi, mampu terbang jauh, anti-radar dan bisa mematikan penjejaknya saat diserang. Meski didaulat untuk serang permukaan, rudal ini juga afdol untuk menghancurkan pesawat AWACS. Kh-31P mampu melaju hingga kecepatan 2,5 Mach dengan jangkauan hingga 110 km. Lebih detail tentang Kh-31P sudah pernah kami kupas di artikel sebelumnya. Indonesia pun tak sendiri sebagai pemilik rudal menyeramkan ini, Malaysia dan Vietnam tercatat juga memiliki Kh-31P.
Kh-29TE (warna putih) dan rudal Kh-31P (warna hitam) dengan latar jet Sukhoi TNI AU
Kh-29TE (warna putih) dan rudal Kh-31P (warna hitam) dengan latar jet Sukhoi TNI AU
Tampilan dalam tiga dimensi
Tampilan dalam tiga dimensi
Sukhoi AU Rusia sedang melepaskan Kh-29TE
Sukhoi AU Rusia sedang melepaskan Kh-29TE
Nah, hebatnya TNI AU juga berupaya serius untuk memberi efek getar pada segmen ASM, ini dibuktikan dengan telah hadirnya Kh-29TE. Dari segi peran, Kh-29 punya kemiripan dengan rudal AGM-65 Maverick buatan Raytheon Corporation,AS. Antara Kh-29 dan Maverick punya kesamaan, yakni hadir dengan beberapa varian dengan sistem pemandu (guidance) yang berbeda. Hanya saja dari segi dimensi dan bobot, Kh-29 jauh lebih tambun. Untuk rudal Maverick, TNI AU memiliki varian AGM-65G dengan pemandu infra red untuk jet F-16 A/B Fighting Falcon dan Hawk 100/200.
Kh-29TE
Kh-29 dalam kode NATO disebut AS-14 Kedge, dirunut dari sejarahnya bukan rudal keluaran yang baru-baru amat. Varian Kh-29 pertama (Kh-29L) sudah dibangun sejak era Uni Soviet. Rancangan awal Kh-29 dimulai sejak akhir tahun 1970, saat itu Kh-29 dirancang oleh biro desain Molniya di Ukrania. Baru di kemudian hari, pengembangannya dialihkan ke Vympel (Tactical Missile Corporation) di Rusia. Uji coba penembakan pertama berhasil dilakukan pada 1976, dan rudal ini resmi mulai diproduksi pada 1980.
Personel AU Cina tengah mempersiapkan Kh-29TE dengan latar jet Sukhoi Su-30
Personel AU Cina tengah mempersiapkan Kh-29TE dengan latar jet Sukhoi Su-30
Sensor pemandu (TV guidance) diberi tutup pelindung warna merah sebelum siap digunakan
Sensor pemandu (TV guidance) diberi tutup pelindung warna merah sebelum siap digunakan
Dari segi bobot, Kh-29 buka golongan rudal yang ringan, dari kesemua varian, beratnya berada diatas 600 kg. Yakni Kh-29L (660 kg), Kh-29T (685 kg), dan Kh-29TE (690 kg). Bobotnya yang besar tentu bukan tanpa alasan, rudal ini punya hulu ledak HE (high explosive) armour piercing dengan berat 320 kg. Hulu ledak dengan detonator impact target sensor ini dirancang untuk mampu menggasak sasaran yang tak sembarangan. Kh-29 digadang mampu mengancurkan target strategis, yang jadi santapan rudal ini adalah jembatan utama, instalasi pabrik, landasan pacu, shelter pesawat, bungker, bahkan rudal ini juga dapat mengkaramkan kapal permukaan yang bertonase 10.000 ton.
Untuk menuju sasaran, Kh-29 disokong mesin single-mode solid-fuel rocket yang mampu menghantarkan rudal hingga kecepatan 1.470 km/jam. Kh-29 ditawarkan dalam pilihan TV guidance, IR (infra red) guidance, dan laser guidance. Kh-29L menggunakan pemandu semi active laser, Kh-29T/TE menggunakan pemandu TV pasif, Kh-29D berpemandu infra red, dan Kh-29MP berpemandu active radar homing. Dan, untuk TNI AU seperti telah dijelaskan, mengadopsi varian Kh-29TE.
TV guidance Kh-29TE
TV guidance Kh-29TE
5777273896986536308
Kh-29L, varian dengan pemandu semi active laser
Kh-29L, varian dengan pemandu semi active laser
Untuk Kh-29TE masuk dalam kategori long range dengan jangkauan tembak antara 20 – 30 km. Sementara jarak tembak minimumnya 3 km. Rudal ini tak bisa diluncurkan sembarangan, batas minimum ketinggian untuk dilepaskannya rudal adalah 200 meter dari permukaan laut, sementara batas maksimum ketinggian dilepaskannya rudal yakni 10.000 meter. Kh-29TE pun punya versi yang lebih maju, yaitu Kh-29D, yang disebut-sebut sebagai rudal generasi keempat, mengambil platform Kh-29TE namun dengan penggantian pemandu imaging infra red, sehingga rudal dapat dilepaskan dalam moda fire and forget.
Di AsiaTenggara, Indonesia tak sendiri sebagai pengguna Kh-29TE, lagi-lagi AU Malaysia (TLDM) dan AU Vietnam juga sudah memiliki rudal serupa. Maklum saja, karena Malaysia punya Su-30MKM dan Vietnam punya Su-30MK2V. Lain dari itu, Kh-29 sudah banyak digunakan oleh negara-negara kawan dekat Rusia. Uniknya Kh-29 bisa juga dilepaskan dari jet tempur barat, yakni dari Mirage F1 yang dirancang khusus oleh AU Irak. Kiprah aksi tempur rudal ini sudah malang melintang dalam perang Iran –Irak  di dekade 80-an. (Indomiliter)
Mirage F1 AU Irak dengan Kh-29
Mirage F1 AU Irak dengan Kh-29
Spesifikasi Kh-29TE
Desainer    : Matius Bisnovat dan Georgiy I. Khokhlov
Manufaktur  : Vympel/ Tactical Missiles Corporation
Berat       : 690 kg
Berat hulu ledak : 320 kg
Mekanisme peledakan : Impact target sensor
Panjang             : 3,9 meter
Diameter            : 0,4 meter
Wingspan            : 110 centimeter
Kecepatan           : 1.470 km/jam
Jangkauan maks      : 30 km
Ketinggian peluncuran minimum : 200 meter
Ketinggian peluncuran maksimum : 10.000 meter
Tenaga : single-mode solid-fuel rocket engine
Foto    : Berbagai sumber

»»  READMORE...

Conficker, Sality, Ramnit Malware Spionase Yang Paling Banyak Menyerang Indonesia







Diagram Malware
Diagram Malware
Jakarta, MiliterNews – MALWARE atau yang dikenal dengan virus spionase baru-baru ini tengah menginfeksi 70.000 PC diseluruh Indonesia melalui jaringan protocol internet, terbongkarnya malware ini berhasil di indentifikasi oleh Indonesian Computer Emergency Response Team (ID-CERT), malware tersebut telah menyerang 196 perusahaan (ISP dan non ISP), 27 institusi akademik/universitas, 13 instansi pemerintahan, dan 3 Internet eXchange (2 milik milik pemerintah dan 1 milik komunitas). Malware dari jenis ini berpotensi melakukan serangan DDoS (Distributed Denial of Service) maupun aktivitas lainnya, termasuk cyber crime.
Berikut adalah 3 malware dan variannya yang banyak mendiami PC di Indonesia .
CONFICKER
Diagram Penyebaran Malware Conficker
Diagram Penyebaran Malware Conficker
Conficker, juga dikenal sebagai Downup, Downadup dan Kido, adalah worm komputer menargetkan sistem operasi Microsoft Windows yang pertama kali terdeteksi pada bulan November 2008. Malware ini memanfaatkan kelemahan dalam software OS Windows dan password administrator untuk menyebarkan sampai membentuk botnet. Conficker ini memiliki banyak varian dengan spesifikasi peruntukannya  berikut adalah beberapa contohnya
1. Worm:Win32/Conficker.A
Worm: Win32/Conficker.A adalah worm yang menginfeksi komputer lain melalui jaringan dengan memanfaatkan kerentanan dalam layanan Windows Server (SVCHOST.EXE). Jika kelemahan tersebut berhasil dieksploitasi, bisa memungkinkan eksekusi kode jauh ketika file sharing diaktifkan.
2. Worm:Win32/Conficker.B
Worm: Win32/Conficker.B adalah worm yang menginfeksi komputer lain melalui jaringan dengan memanfaatkan kerentanan dalam layanan Windows Server (SVCHOST.EXE). Jika kelemahan tersebut berhasil dieksploitasi, bisa memungkinkan eksekusi kode jauh ketika file sharing diaktifkan. Hal ini juga dapat menyebar melalui removable drive dan password administrator yang lemah. Ini menonaktifkan beberapa layanan sistem yang penting dan produk keamanan.
3. Worm:Win32/Conficker.C
Win32/Conficker.C adalah worm yang menginfeksi komputer lain melalui jaringan dengan memanfaatkan kerentanan dalam layanan Windows Server (SVCHOST.EXE). Jika kelemahan tersebut berhasil dieksploitasi, bisa memungkinkan eksekusi kode jauh ketika file sharing diaktifkan. Hal ini juga dapat menyebar melalui removable drive dan password administrator yang lemah. Ini menonaktifkan beberapa layanan sistem yang penting dan produk keamanan.
4. Worm:Win32/Conficker.D
Win32/Conficker.D adalah varian dari Win32/Conficker. Conficker.D menginfeksi komputer lokal, mengakhiri layanan, akses blok terhadap keamanan terkait berbagai situs Web dan download kode sewenang-wenang. Conficker.D relay dapat perintah instruksi ke komputer Conficker.D lain terinfeksi melalui built-in peer-to-peer (P2P) komunikasi. Varian ini tidak menyebar ke removable drive atau bersama folder di jaringan (seperti varian sebelumnya). Conficker.D terinstal dengan varian sebelumnya Win32/Conficker.
5. Worm:Win32/Conficker.E
Worm: Win32/Conficker.E adalah anggota dari keluarga Win32/Conficker dan proaktif terdeteksi ketika pertama kali ditemukan sebagai Worm:! Win32/Conficker.gen A. Conficker.E bertindak sebagai mechansim update untuk varian sebelumnya Win32/Conficker. Varian ini akan menghapus executable nya sendiri pada tanggal 3 Mei 2009.Microsoft sangat menganjurkan agar pengguna menerapkan pembaruan sebagaimana dimaksud dalam Buletin MS08-067
S A L I T Y
Diagram Penyebaran Malware Sality (Peer to Peer)
Diagram Penyebaran Malware Sality (Peer to Peer)
Sality, juga di kenalSalLoad atau Sophos adalah sejenis polymorphic file infector. Malware ini akan menyerang setelah kita mangaktifkan create/delete registry keys untuk mengaktifkan security pada system dan akhirnya justru mengaktifkan  proses reboot di masing-masing operating system. Win32/Sality memodifikasi file EXE dan SCR dan menghentikan proses dan layanan yang berhubungan dengan solusi keamanan.
Salah satu contohnya Win32.Sality.NBA adalah salah satu program jahat ilegal yang ada pada Windows. Program tersebut mampu mangambil alih resources system dan memperlambat kinerja komputer. Beberapa program sejenis seringkali muncul dalam bentuk pesan-pesan maupun banner iklan  sehingga mengganggu proses kerja. Sementara itu, malware ini juga merusak data yang tersimpan
Sistem terinfeksi Sality dapat berkomunikasi melalui jaringan peer-to-peer (P2P) untuk tujuan menyampaikan spam, proxy komunikasi, exfiltrating data sensitif, mengorbankan server web dan / atau mengkoordinasikan tugas-tugas komputasi terdistribusi untuk tujuan memproses tugas-tugas intensif (misalnya password cracking). Sejak 2010, varian tertentu dari Sality juga memasukkan penggunaan fungsi rootkit sebagai bagian dari evolusi yang sedang berlangsung dari keluarga malware. Karena perkembangan lebih lanjut dan kemampuan, Sality dianggap salah satu bentuk yang paling kompleks dan tangguh dari malware sampai saat ini.
R A M N I T
Diagram Ramnit
Diagram Ramnit
Ramnit adalah virus yang paling sukses menyebar di tahun 2011, dengan kemampuan update layaknya program antivirus Ramnit berhasil mengecoh system scanner program antivirus. Virus yang muncul akhir bulan Januari 2011 ini mempunyai kemampuan untuk menginjeksi file yang mempunyai ekstensi EXE dan DLL baik berupa file program aplikasi maupun file system Windows sehingga memerlukan langkah pembersihan khusus. Ramnit sempat bertengger sebagai jawara di urutan pertama sampai dengan pertengahan bulan Agustus 2011 sehingga pantas dinobatkan sebagai virus jawara di tahun 2011. Berikut adalah varian dari Malware Ramnit
1.    WIN32/Ramnit.A
Malware ini terkenal bandel dan sudah lama membuat pengguna Internet di Indonesia terganggu. Setelah mengalami penurunan di bulan-bulan sebelumnya, Ramnit kembali bertengger di puncak sejak Mei lalu. Virus berjenis trojan ini relatif sulit disingkirkan. Tips dari Technical Support ESET Indonesia, lakukan update scan via safe mode, atau gunakan sysrescue.
2.    Win32/Ramnit.F
Malware berjenis trojan ini mampu meng-copy dirinya yang akan memenuhi hard drive komputer yang terinfeksi. Virus ini biasanya bersembunyi di dalam aplikasi office, bahkan game. Dengan kemampuannya membuka firewalls dan menyamar menjadi program fake untuk mengumpulkan data penting seperti data transaksi, hingga data keuangan sehingga sanagat dianjurkan untuk segera menghapus jika ditemukan adanya indikasi virus Win32/Ramnit.F ini.
3.    Win32/Ramnit.H
Malware yang memanfaatkan security flaws agar hacker pengendalinya bisa masuk dan mengambil alih komputer yang menjadi target melalui koneksi jaringan. Ramnit.H adalah malware berjenis trojan, dimana setelah berada di dalam komputer, ia akan mengirimkan file-file berbahaya, dan melakukan aktifitas tertentu, yang berdampak pada mandeknya kinerja komputer hanya dengan menambahkan entri file ke sistem registry dan sistem operasi. Ramnit.H juga mampu memonitor aktifitas online korban, kemudian mencuri data-data keuangan seperti data kartu kredit, password, user name. Malware yang diidentifikasi ESET sebagai Win32/Ramnit.H in juga mampu mematikan sistem keamanan.
Berikut sedikit tips Mencegah Malware
  • Hindari menggunakan program bajakan,crack, nulled.
  • Instal Aplikasi Antivirus dan mengupdatenya secara berlaka jika sering berselancar internet gunakan aplikasi antivirus yang mendukung internet Scurity (tidak disarankan antivirus lebih dari pada satu)
  • Bagi pengguna Windows Asli anda bisa memanfaatkannya untuk mengupdate OS secara berkala
  • Menghindari Double Clik pada window explore
  • Sesuaikan menginstal aplikasi sesuai dengan peruntukannya
  •     Hindari browsing internet pada situs-situs porno karena disanalah lumbung malware

Sumber         : Military Technology News Network
»»  READMORE...

Wednesday, May 7, 2014

US Navy Requests Industry Proposals for Carrier-Operable Drones



Following almost a year of delay, and gathering more confidence with drone operations from carriers, the US Navy is moving forward with Unmanned Carrier Launched Airborne Surveillance and Strike (UCLASS) - the future carrier operated drones 


X-47B Unmanned Combat Air System (UCAS-D) completes preparations for launching aboard the aircraft carrier USS Theodore Roosevelt (CVN 71). Theodore Roosevelt is the third carrier to test the tailless, unmanned autonomous aircraft’s ability to integrate with the carrier environment. The future UCLASS will be optimized to operate with the new Ford Class carrier (CVN-78) fitted with electrically rather the conventional steam powered catapult, enabling safe handling of lighter aircraft. (U.S. Navy photo by Heath Zeigler)


The four candidate designs considered for UCLASS depicted in this image published by the US Naval Institute (USNI)
The four candidate designs considered for UCLASS depicted in this image published by the US Naval Institute (USNI)
Future drone attacks could be more pervasive and less constrained by access permissions and host country support, once the US Navy goal to integrate unmanned systems capabilities on board its aircraft carriers is fulfilled. Current operations, conducted by the CIA and Air Force from land-based sites are constrained to the availability, permission and security provided by host nations, bases that should be located relatively close to the target and, hence, may compromise operational security and operator safety. New generations of drones to be operated by the US Navy from aircraft carriers could introduce a new capability, unbound by those restrictions.
Following a year-long delay the U.S. Navy released a draft request for proposal (RFP) for the Unmanned Carrier Launched Airborne Surveillance and Strike (UCLASS) aircraft on April 17, 2014. The draft release was delayed due to disagreements within the Navy, about the technical specifications for the future unmanned aircraft. The final RFP is expected later this year. The new carrier-operated drone is scheduled to enter service in the early 2021.
Four prime contractors are participating in the competition –General Atomics Aeronautical Systems Inc, BoeingLockheed Martin and Northrop Grumman. All four have already been contracted to carry out preliminary studies of a UCLASS type drone and are likely to submit their proposals for the final design. The current draft RFP calls bidders to submit proposals for design, development, assembly, delivery, testing and integration of the air vehicles segment of the UCLASS system. Other elements are likely to include sensors, datalinks, command and control systems.
The US Navy made history last year when the X-47B became the first unmanned air vehicle to launch off the CVN-77 George W. Bush aircraft carrier’s catapult and perform an arresting gear landing. In those cases the X-47B was alone on the carrier. Moving forward, the Navy plans to continue testing the unmanned drone operating as part of a carrier air group. These flights are scheduled to take place in the Atlantic Ocean this summer, aboard the USS Theodore Roosevelt (CVN-71).
UCLASS will be a key Intelligence, Surveillance and Reconnaissance (ISR) asset for future carrier air groups, enabling each carrier of the CVN-78 Ford class to support two continuous ISR orbits at “tactically significant ranges” over uncontested airspace.
In preparation for these flights an X-47B carried out its first night flight at Naval Air Station Patuxent River, Md. The flights planned for this summer will be carefully scripted to measure and account for any variables. The Navy will initially focus on low-tempo operations but could sometime in 2015 intensify the tempo if there is funding and an available aircraft carrier. Aircraft carrier are normally operating on operational cycles of 12 hours each, and all future unmanned assets would be required to align to these operational tempo.
The UCLASS will benefit from lessons learned through these evaluations. According to Rear Adm. Mat Winter, NAVAIR’s program executive officer for unmanned aviation and strike weapons, UCLASS will be a key Intelligence, Surveillance and Reconnaissance (ISR) asset for future carrier air groups, enabling each carrier of the CVN-78 Ford class to support two continuous ISR orbits at “tactically significant ranges” over uncontested airspace. The aircraft would have some stealth capabilities to enable it to operate in ‘lightly contested’ areas.
The Navy has budgeted the UCLASS capability at a $150 million per orbit. Assuming that two air vehicles can cover one orbit (if that aircraft is capable of flying for 14 hours), that means the maximum price point for a UCLASS air vehicle is about $75 million, USNI said, quoting industry sources. According to preliminary specifications released in June 2013 the goal for UCLASS was to conduct two unrefueled orbits at 600 nautical miles (1,111 km) or one unrefueled orbit at 1,200 nautical miles (2,222 km).
UCLASS drones will also have moderate stealth characteristics and internal payload carrying capacity to conduct light strike missions to eliminate targets of opportunity. Additional roles for the UCLASS could also be aerial refueling, albeit, given their limited payload capacity, such missions could be relevant primarily for other UAS.
The original spec called for a minimum payload capacity of 3,000-pound (1,360 kg), to include electro-optic/infrared (EO/IR) surveillance and signals intelligence capability similar to the current MQ-1 Predator and MQ-9B Reaper. The Navy would also like to have a modular radar payload to include synthetic aperture radar and moving target indicator (SAR/GMTI) as well as maritime area search radar capability. In addition, the aircraft will be able to carry 1,000 lbs (454 kg) of external load, primarily weapons.
An X-47B Unmanned Combat Air System (UCAS) demonstrator prepares to launch from the flight deck of the aircraft carrier USS George H.W. Bush (CVN 77). George H.W. Bush was the first aircraft carrier to successfully catapult launch an unmanned aircraft from its flight deck. (U.S. Navy photo by Brian Read Castillo)
An X-47B Unmanned Combat Air System (UCAS) demonstrator prepares to launch from the flight deck of the aircraft carrier USS George H.W. Bush (CVN 77). George H.W. Bush was the first aircraft carrier to successfully catapult launch an unmanned aircraft from its flight deck. (U.S. Navy photo by Brian Read Castillo)
An X-47B Unmanned Combat Air System (UCAS) demonstrator is towed into the hangar bay of the aircraft carrier USS George H.W. Bush (CVN 77). (U.S. Navy photo by Timothy Walter)
Part of the Demonstrator Unmanned Combat Air System - Demonstrator (UCAS-D) testing was to demonstrate how an unmanned aircraft can operate within the crowded and complex carrier environment. In this photo the Northrop Grumman X-47B is seen towed into the hangar bay on board the aircraft carrier USS George H.W. Bush (CVN 77) which was one of three carriers that participated in the evaluation. Key design parameters of the UCLASS program will be based on the lessons learned through the UCAS-D evaluations. (U.S. Navy photo by Timothy Walter)
»»  READMORE...