News in Picture

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Monday, June 17, 2013

Serangan Cyber, Alat Baru Propaganda AS


Beberapa dugaan ancaman cyber tidak lain kecuali hanya perang urat saraf dan propaganda untuk menyudutkan lawan. 
Meskipun semua tahu bahwa Amerika Serikat memimpin perang di dunia maya, tapi negara itu tetap ingin mengesankan dirinya sebagai korban.


Selama beberapa tahun terakhir, banyak negara menemukan jejak Amerika dalam berbagai serangan cyber termasuk peretasan ke pusat komputer instalasi nuklir Iran. Akan tetapi, Washington gigih menuding negara-negara lain telah melakukan serangan terhadap mereka.

Amerika dalam beberapa bulan ini mengaku sudah menjadi korban serangan para peretas dari beberapa negara. Kendati ancaman cyber termasuk jenis ancaman yang perlu diperhatikan, namun Washington sepertinya bersikap over acting dalam masalah tersebut.

Menurut pejabat Amerika, para hacker hanya meretas jaringan informasi rahasia Negeri Paman Sam. Sementara serangan cyber Amerika ke negara-negara lain bahkan telah mengancam sistem finansial negara sasaran dan juga keselamatan warga. Sebagai contoh, serangan virus Stuxnet terhadap instalasi nuklir Natanz Iran pada tahun 2010.

Pada Juni 2012, New York Times melaporkan bahwa Obama diam-diam juga memerintahkan serangan cyber dengan virus Stuxnet untuk menyabotase instalasi nuklir Iran.

Namun, Iran telah berulang kali berhasil menjinakkan virus, termasuk virus Stuxnet dan Flame yang menargetkan berbagai sektor. Kedua worm itu adalah bagian dari program rahasia AS-Israel yang bertujuan untuk mengacaukan program nuklir damai Republik Islam.

Menyusul serangan berulang itu, Wakil Rusia di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Dmitry Rogozin menyerukan penyelidikan terhadap serangan ke reaktor nuklir Iran dan memperingatkan tentang bencana yang mungkin ditimbulkan akibat aksi itu.

Iran dan Cina adalah dua negara yang selalu menjadi sasaran tudingan Amerika terkait aktivitas peretasan. Washington kadang juga mengaku bahwa pusat data mereka mendapat serangan cyber dari Tehran dan Beijing. Dalam kerangka itu, Gedung Putih rutin mengeluarkan peringatan dan statemen dengan tujuan untuk membesar-besarkan ancaman yang mereka terima.

Dua situs utama militer Cina, termasuk situs Departemen Serangan Cyber, Alat Baru Propaganda AS Pertahanan, menghadapi sekitar 144.000 kali serangan setiap bulan, hampir dua pertiga di antaranya berasal dari Amerika. Akan tetapi, Presiden Barack Obama justru berpendapat bahwa sebagian serangan dunia maya terhadap sejumlah perusahaan Amerika yang berasal dari Cina "disponsori negara."

Obama memperingatkan untuk menghindari "perang retorika" dan menyerukan Kongres memperkuat keamanan jaringan internet Amerika. Ia juga sudah menandatangani aturan baru yang mengatur tentang keamanan di dunia maya atau cyber-security. Aturan ini memungkinkan pemerintah untuk berbagi informasi mengenai adanya ancaman cyber dengan perusahaan privat.

Berkenaan dengan Iran, New York Times menulis bahwa para pejabat Amerika sama sekali tidak menyerahkan bukti yang mengindikasikan keterlibatan Iran dalam serangan cyber. Meski demikian, mereka percaya bahwa serangan itu dilakukan oleh Iran sebagai aksi balas dendam atas sanksi ekonomi dan virus Stuxnet. (TGR/IRIB Indonesia)

No comments: